a. Hubungan Syajā’ah dengan Kejujuran
Sifat syajā’ah sangat berkaitan dengan nilai kejujuran. Hal ini, berdasarkan uraian sebagai berikut, yaitu:
1) Konsisten menyuarakan kebenaran, meskipun di hadapan penguasa zalim. Itu hanya dilakukan oleh para pemberani. Sebaliknya, para pengecut hanya menyampaikan yang diinginkan oleh penguasa.
2) Setiap manusia pasti pernah bersalah. Itu artinya, dibutuhkan manusia pemberani yang lantang mengakui kesalahannya. Berani mengakui kesalahan, merupakan indikator sikap syaja’ah dan jujur.
3) Selalu senang berbuat baik. Karena pada dasarnya setiap manusia akan senang, jika diperlakukan secara jujur, sebaliknya sangat marah dan benci, jika dibohongi atau dicurangi. (perhatikan isi dan kandungan Q.S. al-Muthafifīn/83: 1-3).
b. Faktor-faktor Seseorang Memiliki Syajā’ah
Berikut ini, faktor-faktor penyebab seseorang memiliki sikap syaja’ah.
1) Adanya perasaan takut hanya kepada Allah Swt., selama seseorang itu meyakini apa yang dilakukannya dalam rangka menjalankan perintah-Nya, maka tidak perlu takut kepada siapa pun, kecuali hanya kepada Allah Swt.
Berikut ini, faktor-faktor penyebab seseorang memiliki sikap syaja’ah.
1) Adanya perasaan takut hanya kepada Allah Swt., selama seseorang itu meyakini apa yang dilakukannya dalam rangka menjalankan perintah-Nya, maka tidak perlu takut kepada siapa pun, kecuali hanya kepada Allah Swt.
2) Saat kehidupan akhirat lebih dicintai dibanding dunia, karena kehidupan dunia bukanlah tujuan akhir seorang mukmin, dunia hanya sebagai tempat menanam kebaikan, dan mencari bekal hidup di akhirat.
3) Adanya perasaan tidak takut mati. Setiap manusia tidak ada jaminan, bahwa ‘esok’ masih ada dan bernafas, sebab itu jangan menunda-nunda menjadi orang baik, yang tentunya kriteria baik itu, harus sejalan dengan tuntunan Allah Swt.
4) Tidak pernah ragu dengan kebenaran. Perasaan ragu harus dikikis dengan ilmu, karena ilmu itu menerangi, memudahkan jalan-jalan kesusksesan. Sebab itu, hilangkan sikap ragu, dan bersamaan
dengan itu, pertebal keyakinan agar tergolong menjadi manusia yang berani dan jujur.
5) Ketika tidak menomorsatukan kekuatan materi. Sebab, materi memang diperlukan dalam perjuangan, tetapi tidak segala-galanya, hanya Allah Swt. yang mampu menentukan segala sesuatu.
6) Terbiasa bertawakal, dan yakin adanya pertolongan Allah Swt. Membela kebenaran itu tidak mudah dan sukar, namun dengan ikhtiar yang maksimal, keberhasilan akan didapat. Istilahnya, kewajiban manusia hanya berikhtiar, Allah-lah yang menentukan berhasil tidaknya usaha manusia. Di sisi lain, perhatikan orangorang di sekitar Anda, hampir 99% keberhasilan itu didapat dari ikhtiar yang sungguh-sungguh, tekun, ulet, rajin, dan tentu tidak melupakan adanya inayah Allah Swt.
4) Tidak pernah ragu dengan kebenaran. Perasaan ragu harus dikikis dengan ilmu, karena ilmu itu menerangi, memudahkan jalan-jalan kesusksesan. Sebab itu, hilangkan sikap ragu, dan bersamaan
dengan itu, pertebal keyakinan agar tergolong menjadi manusia yang berani dan jujur.
5) Ketika tidak menomorsatukan kekuatan materi. Sebab, materi memang diperlukan dalam perjuangan, tetapi tidak segala-galanya, hanya Allah Swt. yang mampu menentukan segala sesuatu.
6) Terbiasa bertawakal, dan yakin adanya pertolongan Allah Swt. Membela kebenaran itu tidak mudah dan sukar, namun dengan ikhtiar yang maksimal, keberhasilan akan didapat. Istilahnya, kewajiban manusia hanya berikhtiar, Allah-lah yang menentukan berhasil tidaknya usaha manusia. Di sisi lain, perhatikan orangorang di sekitar Anda, hampir 99% keberhasilan itu didapat dari ikhtiar yang sungguh-sungguh, tekun, ulet, rajin, dan tentu tidak melupakan adanya inayah Allah Swt.
0 komentar:
Posting Komentar