This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 16 November 2021

Menyajikan Keterkaitan antara Berpikir Kritis dengan Ciri Orang Berakal (Ulil Albab) sesuai Pesan Q.S. Āli-Imrān/3: 190-191

 





Defnisi tentang berpikir kritis disampaikan oleh Mustaji. Ia memberikan defnisi bahwa berpikir kristis adalah “berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan”. Contohnya adalah kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan “membuat ramalan”, yaitu membuat prediksi tentang suatu masalah. Seperti memperkirakan apa yang akan terjadi besok berdasarkan analisis terhadap kondisi yang ada pada hari ini.
Dalam Islam, masa depan yang dimaksud bukan sekedar masa depan di dunia, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu di akhirat. Orang yang dipandang cerdas oleh Nabi adalah orang yang pikirannya jauh ke masa depan di akhirat. Maksudnya, jika kita sudah mengetahui bahwa kebaikan dan keburukan akan menentukan nasib kita di akhirat, maka dalam setiap perbuatan kita  harus ada pertimbangan akal sehat. Jangan dilakukan perbuatan yang akan menempatkan kita di posisi yang rendah di akhirat. “Berpikir sebelum bertindak”, itulah motto yang harus menjadi acuan orang “cerdas”. Pelajari baik-baik sabda Rasulullah saw. berikut ini.

Artinya: Dari Abu Ya’la yaitu Syaddad Ibnu Aus r.a. dari Nabi saw. Beliau bersabda: “Orang yang cerdas ialah orang yang mampu mengintrospeksi dirinya dan suka beramal untuk kehidupannya setelah mati. Sedangkan orang yang lemah ialah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah Swt. dengan harapan kosong”. (HR. At-Tirmizi dan beliau berkata: Hadis Hasan).

Dalam hadis ini Rasulullah saw. menjelaskan bahwa orang yang benar-benar cerdas adalah orang yang pandangannya jauh ke depan, menembus dinding duniawi, yaitu hingga kehidupan abadi yang ada di balik kehidupan fana di dunia ini. Tentu saja, hal itu sangat dipengaruhi oleh keimanan seseorang kepada adanya kehidupan kedua, yaitu akhirat. Orang yang tidak meyakini
adanya hari pembalasan, tentu tidak akan pernah berpikir untuk menyiapkan diri dengan amal apa pun. Jika indikasi “cerdas” dalam pandangan Rasulullah saw. adalah jauhnya orientasi dan visi ke depan (akhirat), maka pandangan-pandangan yang hanya terbatas pada dunia, menjadi pertanda tindakan “bodoh” atau “jahil” (Arab, kebodohan=jahiliyah). Bangsa Arab pra Islam dikatakan jahiliyah bukan karena tidak dapat baca tulis, tetapi karena kelakuannya menyiratkan kebodohan, yaitu menyembah berhala dan melakukan kejahatan-kejahatan. Orang “bodoh” tidak pernah takut melakukan korupsi, menipu, dan kezaliman lainnya, asalkan dapat selamat
dari jerat hukum di pengadilan dunia.

Jadi, kemaksiatan adalah tindakan “bodoh” karena hanya memperhitungkan pengadilan dunia yang mudah direkayasa, sedangkan pengadilan Allah Swt. di akhirat yang tidak ada tawar-menawar malah ”diabaikan”. Orang-orang tersebut dalam hadis di atas dikatakan sebagai orang “lemah”, karena tidak mampu melawan nafsunya sendiri. Dengan demikian, orang-orang yang
suka bertindak bodoh adalah orang-orang lemah  Orang yang cerdas juga mengetahui bahwa kematian dapat datang kapan saja tanpa diduga. Oleh karena itu, ia akan selalu bersegera melakukan kebaikan (amal saleh) tanpa menunda. 

Artinya: Dan dari Abu Hurairah ra. yang berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:“Bersegeralah kalian beramal sebelum datangnya tujuh perkara yaitu: Apa yang kalian tunggu selain kemiskinan yang melalaikan, atau kekayaan yang menyombongkan, atau sakit yang merusak tubuh, atau tua yang melemahkan, atau kematian yang cepat, atau Dajjal, maka ia adalah seburuk buruknya makhluk yang dinantikan, ataukah kiamat, padahal hari kiamat itu adalah saat yang terbesar bencananya serta yang terpahit dideritanya?” (HR. At-Tirmizi dan beliau berkata: Hadis hasan).

Dalam hadis di atas, Rasulullah saw. mengingatkan kita supaya bersegera dan tidak menunda-nunda untuk beramal salih. Rasulullah saw. menyebut tujuh macam peristiwa yang buruk untuk menyadarkan kita semua. Pertama, kemiskinan yang membuat kita menjadi lalai kepada Allah Swt. karena sibuk mencari penghidupan (harta). Kedua, kekayaan yang membuat kita menjadi sombong karena menganggap semua kekayaan itu karena kehebatan kita. Ketiga, sakit yang dapat membuat ketampanan dan kecantikan kita pudar, atau bahkan cacat. Keempat, masa tua yang membuat kita menjadi lemah atau tak berdaya. Kelima, kematian yang cepat karena usia/umur yang dimilikinya tidak memberi manfaat. Keenam, datangnya dajjal yang dikatakan sebagai makhluk terburuk karena menjadi ftnah bagi manusia. Ketujuh, hari kiamat,
bencana terdahsyat bagi orang yang mengalaminya.

Jadi, berpikir kritis dalam pandangan Rasulullah saw. dalam dua hadis di atas adalah mengumpulkan bekal amal salih sebanyak-banyaknya untuk kehidupan pasca kematian (akhirat), karena “dunia tempat menanam dan  akhirat memetik hasil (panen)”. Oleh karena itu, jika kita ingin memetik hasil di akhirat, jangan lupa bercocok tanam di dunia ini dengan benih-benih yang unggul, yaitu amal salih. Dengan amal salih insya Allah kita akan memperoleh hidup yang baik di dunia dan memperoleh sukses di akhirat. Gambaran sukses di akhirat adalah; Pertemuan dengan Rabbul ‘Izzati, mendapatkan ampunan akan kesalahan, terbebas dari api neraka, dan tinggal di surga dengan segala keindahannya. Tentunya ini semua akan diperoleh dengan keridhaan Allah Swt. dan kebiasaan efektif serta berpikir strategis dari tujuan akhir yang kita inginkan. Orang menyebut dengan istilah berpikir besar, mulai dari yang kecil dan aksi sekarang juga, dan ini semua hanya dimiliki oleh orang-orang yang berakal
(ulil albab).

Senin, 15 November 2021

Menyolatkan Jenazah

 


Proses ketiga setelah jenazah itu dikafani adalah menyalatkan. Adapun ketentuannya sebagai berikut:
1) Pihak yang paling utama menyalatkan jenazah
Urutan pihak yang paling utama untuk melaksanakan shalat  jenazah adalah: 
(a). orang yang diwasiatkan oleh si jenazah dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli bid’ah; 
(b) ulama atau  pemimpin terkemuka di tempat tinggal jenazah; (c) orang tua si jenazah dan seterusnya ke atas; (d) anak-anak si jenazah dan seterusnya ke bawah; (e) keluarga terdekat, dan (f) kaum muslim seluruhnya.

2) Syarat Shalat Jenazah
a) Syarat shalat jenazah seperti pelaksanaan shalat biasa, yakni: suci dari hadats besar dan kecil, suci badan dan tempat dari najis, menutupi aurat dan menghadap kiblat.
b)
Jika jenazah laki-laki, posisi imam berdiri sejajar dengan kepalanya. Sebaliknya, jika jenazah perempuan, posisi berdirinya sejajar dengan perutnya.
c)
Jenazah diletakkan di arah kiblat orang yang menyalatkan, kecuali shalat di atas kubur atau shalat gaib.

3) Sunat Shalat Jenazah
a) Mengangkat tangan setiap kali takbir.
b) Merendahkan suara bacaan (
sirr), seperti bacaan pada Shalat
Dzuhur atau Ashar.
c) Membaca
ta’awwudz terlebih dahulu.
d) Disunatkan banyak jama’ahnya (makmum), minimal 3 shaf (jika tempatnya memungkinkan, tetapi jika tidak memungkinkan boleh lebih dari 3 shaf, bahkan jika jamaahnya sedikit, tetap
dibuat 3 shaf).


4) Rukun Shalat Jenazah
a) Berniat.
b) Berdiri bagi yang mampu (kecuali bila ada
udzurnya).
c) Melakukan 4 kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).
d) Setelah takbir pertama, membaca Q.S. Al-Fatihah.
e) Setelah takbir kedua, membaca shalawat Nabi Saw.
f) Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk jenazah.
g) Salam setelah takbir keempat.

5) Tata Cara Shalat Jenazah
Shalat jenazah dilaksanakan sebagai berikut.
a) Berniat (di dalam hati) shalat jenazah. Boleh juga dilafalkan bagi yang terbiasa melakukannya. Adapun contohnya sebagai berikut:

b) Takbiratul Ihram (takbir pertama), setelah itu membaca Q.S. alFātihah
c) Lakukan takbir yang kedua, lanjutkan membaca shalawat atas Nabi Muhammad Saw. (usahakan membaca shalawat yang lengkap seperti bacaan shalat pada tahiyyat akhir). 
d) Takbir lagi yang ketiga, lalu berdoa kepada jenazah, bacaannya adalah:








Kamis, 04 November 2021

Tafsir Q.S. Ali Imran/ 3: 190-191

 



Dalam ayat al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, merenung dan memikirkan atas penciptaan Allah baik yang ada di langit dan bumi maupun di
antaranya. Di antara ayat Al-Quran yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu Q.S. Ali Imran Ayat 190-191. Pada Q.S. Ali Imran Ayat 190 dijelaskan bahwa tatanan langit dan bumi serta dalam bergantinya siang dan malam secara teratur sepanjang tahun menunjukkan keagungan Tuhan, kehebatan pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Langit dan bumi dijadikan oleh Allah bertingkat dengan sangat tertib, bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat tampak hidup, semua bergerak menurut orbitnya.  Bergantinya malam dan siang, berpengaruh besar pada kehidupan manusia dan segala yang bernyawa. Terkadang malam
terasa panjang atau sebaliknya. Musim pun yang berbeda. Musim dingin, panas, gugur, dan semi, juga musim hujan dan panas. Semua itu menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah Swt bagi
orang yang berpikir. Hal tersebut tidaklah terjadi dengan sendirinya.  Pasti ada yang mengaturnya yaitu Allah Swt.

Sementara itu Q.S. Ali Imran Ayat 191 memberikan penjelasanpada orang-orang yang cerdas dan berpikir tajam (Ulul Albab), yaitu orang yang berakal, selalu menggunakan pikirannya, mengambil
ibrah, hidayah, dan menggambarkan keagungan Allah. Ia selalu mengingat Allah (berdzikir) di dalam keadaan apapun, baik di waktu ia berdiri, duduk atau berbaring. Ayat ini menjelaskan bahwa ulul albab
ialah orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang terus menerus mengingat Allah dengan ucapan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa objek dzikir adalah Allah, sedangkan objek pikir ciptaan Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pendekatan kepada Allah lebih banyak didasarkan atas
hati. sedang pengenalan alam raya didasarkan pada penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki kemerdekaan yang luas untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan atas kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu sangat tepat sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas, berikut ini; Artinya: “Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah engkau berfkir tentang hakikat penciptanya (HR. Abu Nu’aim) lihat tafsir

Hadis itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain. Manusia adalah makhluk yangberpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai
kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa tidak sedikit manusia mengalami kesesatan dan kebinasaan akibat berpikir. Karena itu, Rasulullah Saw. menghendaki kita, kaum muslimin, untuk memiliki budaya tafakur yang akan bisa mengantarkan kita kepada kemajuan, kemanfaatan, kebaikan, ketaatan, keimanan, dan ketundukan kepada Allah Swt.

Mengafani Jenazah

 




Mengafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya, walau hanya sehelai kain dari ujung rambut sampai ujung kaki, meskipun para fuqaha (ahli Fiqh), memilahnya  antara batas minimal dan batas sempurna. Kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila mengkafani lebih dari ketentuan batas, maka hukumnya
makruh, sebab dianggap berlebihan.  Batas minimal mengafani jenazah, baik laki-laki maupun
perempuan, adalah selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh jenazah, sedangkan batas sempurna bagi jenazah laki-laki adalah 3 lapis kain kafan.

Sementara, untuk jenazah perempuan adalah 5 lapis: terdiri 2lapis kain kafan, ditambah kerudung, baju kurung dan kain.
1) Hal-hal yang Disunnahkan dalam Mengkafani Jenazah
a) Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh jenazah.
b) Kain kafan hendaknya berwarna putih.
c) Jumlah kain kafan untuk jenazah laki-laki hendaknya 3 (tiga) lapis, sedangkan bagi jenazah perempuan 5 (lima) lapis.
Artinya: Dari ‘Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw (saat wafat) dikafani jasadnya dengan 3 (tiga) helai kain yang sangat putih, terbuat dari katun dari negeri Yaman,
dan tidak dikenakan padanya baju dan serban (tutup kepala). (HR. Bukhari)
Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangiwangian terlebih dahulu. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

2) Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Mengafani Jenazah
a) Kain kafan diperoleh dengan cara halal, yakni dari harta peninggalan jenazah, ahli waris, atau diambil dari baitul mal (jika tersedia), atau dibebankan kepada orang Islam yang mampu.
b) Kain kafan hendaknya bersih, berwarna putih dan sederhana (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu
murah)
3) Tata Cara Mengafani Jenazah Mengkafani jenazah dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis kelaminnya. Rinciannya sebagai berikut.

- Jenazah Laki-laki
a) Bentangkan kain kafan sehelai demi helai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
b) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, qubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti tersebut selembar demi lembar dengan cara yang lembut.
e) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan 3 (tiga) atau 5 (lima) ikatan.
f) Jika kain kafan tidak cukup menutupi seluruh badan jenazah, tutuplah bagian kepalanya, dan bagian kakinya boleh terbuka, namun tutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika tidak ada kain kafan, kecuali sekadar menutup aurat, tutuplah dengan apa saja yang ada.

Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: Kami hijrah bersama Rasulullah Saw. dengan mengharapkan
ridha Allah Swt., kami sangat berharap diterima pahala kami, karena di antara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya Mash’ab bin Umair, dia tewas terbunuh di perang Uhud, dan tidak ada buat kain kafannya, kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, terbukalah kakinya dan jika kakinya ditutup, tersembul kepalanya, maka Nabi Saw. menyuruh kami menutupi kepalanya  dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R. Bukhari)
- Jenazah Perempuan
Kain kafan untuk jenazah perempuan terdiri dari 5 (lima) lembar kain, urutannya sebagai berikut.
a) Lembar 1 untuk menutupi seluruh badan.
b) Lembar 2 sebagai kerudung kepala.
c) Lembar 3 sebagai baju kurung.
d) Lembar 4 menutup pinggang hingga kaki.
e) Lembar 5 menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengafani jenazah perempuan adalah sebagai berikut:
a) Susun kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Lalu, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d) Pakaikan sarung, juga baju kurungnya.
e) Rapikan rambutnya, lalu julurkan ke belakang.
f) Pakaikan kerudung.
g) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan ke dalam.
h) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

Senin, 01 November 2021

Makna Q.S. Ali-Imran/3:190-191 tentang Berfkir Kritis


Berfikir Kritis



 إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

190. Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal," (QS. Ali Imran: 190)

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

191. Artinya: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka," (QS. Ali Imran: 191)

b. Asbabunnuzul Q.S. Ali Imran/3 : 190-191


At-Tabari dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abas r.a.,bahwa orangorang Quraisy mendatangi kaumYahudi dan bertanya,”Bukti-bukti kebenaran apakah yang dibawa Musa kepadamu?” Dijawab, “Tongkatnya dan tangannya yang putih bersinar bagi yang memandangnya”. Kemudian, mereka mendatangi kaum Nasrani dan menanyakan, “Bagaimana halnya dengan Isa?” Dijawab, “Isa menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak serta menghidupkan orang yang sudah mati.” Selanjutnya, mereka mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, “Mintalah dari Tuhanmu agar bukit safa itu jadi emas untuk kami.” Maka Nabi berdoa, dan turunlah ayat ini (Q.S. Ali Imran/3:190-191), mengajak mereka memikirkan langit dan bumi tentang kejadiannya, hal-hal yang menakjubkan di dalamnya, seperti bintang-bintang, bulan, dan matahari serta peredarannya, laut, gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan, binatang-binatang, dan sebagainya.

 Berpikir kritis didefnisikan beragam oleh para pakar. Menurut Mertes, berpikir kritis adalah “sebuah proses yang sadar dan sengaja yang digunakan untuk menafsirkan dan mengevaluasi informasi dan pengalaman dengan sejumlah sikap reflektif dan kemampuan yang memandu keyakinan dan tindakan”. Berangkat dari defnisi di atas, sikap dan tindakan yang mencerminkan berpikir kritis terhadap ayat-ayat Allah Swt. (informasi Ilahi) adalah berusaha memahaminya dari berbagai sumber, menganalisis, dan merenungi kandungannya. Kemudian menindaklanjuti dengan sikap dan tindakan positif.

"Berpikir kritis memungkinan untuk memanfaatkan potensi  diri dalam melihat masalah, memecahkan masalah, menciptakan, dan menyadiri diri"



Kamis, 28 Oktober 2021

Mengafani Jenazah


Mengafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi
tubuhnya, walau hanya sehelai kain
dari ujung rambut sampai ujung kaki, meskipun para fuqaha (ahli fqh), memilahnya  antara batas minimal dan batas sempurna. Kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila mengkafani lebih dari ketentuan batas, maka hukumnya makruh, sebab dianggap berlebihan.  Batas minimal mengafani jenazah, baik laki-laki maupun
perempuan, adalah selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh jenazah, sedangkan batas sempurna bagi jenazah laki-laki adalah 3 lapis kain kafan. 
 

Pembelian kain kafan diambilkan dari uang si mayat sendiri. Apabila tidak ada, orang yang selama ini menghidupinya yang membelikan kain kafan. Jika ia tidak mampu, boleh diambilkan dari uang kas masjid, atau kas RT/RW, atau yang lainnya secara sah. Apabila tidak ada sama sekali, wajib atas orang muslim yang mampu untuk membiayainya.

Sementara, untuk jenazah perempuan adalah 5 lapis: terdiri 2 lapis kain kafan, ditambah kerudung, baju kurung dan kain.
1) Hal-hal yang Disunnahkan dalam Mengkafani Jenazah
a) Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh jenazah.
b) Kain kafan hendaknya berwarna putih.
c) Jumlah kain kafan untuk jenazah laki-laki hendaknya 3 (tiga) lapis, sedangkan bagi jenazah perempuan 5 (lima) lapis

Dari ‘Aisyah r.a., bahwa Rasulullah Saw (saat wafat)  dikafani jasadnya dengan 3 (tiga) helai kain yang
sangat putih, terbuat dari katun dari negeri Yaman, dan tidak dikenakan padanya baju dan serban
(tutup kepala). (HR. Bukhari
)

Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

2) Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Mengafani Jenazah
a) Kain kafan diperoleh dengan cara halal, yakni dari harta 
eninggalan jenazah, ahli waris, atau diambil dari baitul mal (jika tersedia), atau dibebankan kepada orang Islam yang mampu.
b) Kain kafan hendaknya bersih, berwarna putih dan sederhana (tidak terlalu mahal dan tidak terlalu
murah).

3) Tata Cara Mengafani Jenazah Mengkafani jenazah dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis
kelaminnya. Rinciannya sebagai berikut.

- Jenazah Laki-laki
a) Bentangkan kain kafan sehelai demi helai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
b) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan
kain dan letakkan di atas kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, 
qubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti tersebut selembar demi lembar dengan cara yang lembut.
e) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan 3 (tiga) atau 5 (lima) ikatan.
f) Jika kain kafan tidak cukup menutupi seluruh badan jenazah, tutuplah bagian kepalanya, dan bagian kakinya boleh terbuka, namun tutup dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika tidak ada kain kafan, kecuali sekadar menutup aurat, tutuplah dengan apa saja yang ada.

Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: Kami hijrah bersama Rasulullah Saw. dengan mengharapkan
ridha Allah Swt., kami sangat berharap diterima pahala kami,karena di antara kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya Mash’ab bin Umair, dia tewas terbunuh di perang Uhud, dan tidak ada buat kain kafannya, kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya
ditutup, terbukalah kakinya dan jika kakinya ditutup, tersembul kepalanya, maka Nabi Saw. menyuruh kami menutupi kepalanya
dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya.” (H.R. Bukhari)
- Jenazah Perempuan
Kain kafan untuk jenazah perempuan terdiri dari 5 (lima)
lembar kain, urutannya sebagai berikut.
a) Lembar 1 untuk menutupi seluruh badan.
b) Lembar 2 sebagai kerudung kepala.
c) Lembar 3 sebagai baju kurung.
d) Lembar 4 menutup pinggang hingga kaki.
e) Lembar 5 menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengafani jenazah perempuan adalah
sebagai berikut:
a) Susun kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk
masing-masing bagian dengan tertib. Lalu, angkatlah
jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan
letakkan di atas kain kafan sejajar, serta taburi dengan
wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih
mengeluarkan kotoran dengan kapas.
c) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d) Pakaikan sarung, juga baju kurungnya.
e) Rapikan rambutnya, lalu julurkan ke belakang.
f) Pakaikan kerudung.
g) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan
cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu
digulungkan ke dalam.
h) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.


Kamis, 21 Oktober 2021

Memandikan Jenazah

1. Memandikan Jenazah

1. Syarat-syarat wajib memandikan jenazah
a. Jenazah itu orang Islam. Apa pun aliran, mazhab, ras, suku, dan profesinya. 
b. Didapati tubuhnya walaupun sedikit.
2. Yang berhak memandikan jenazah
a. Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki
pula. Perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya.
b. Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh memandikan kecuali suami atau mahram-nya.
c. Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada semua, suami lebih berhak untuk memandikan istrinya.
d. Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada
semua, istri lebih berhak untuk memandikan suaminya.
Kalau mayatnya anak laki-laki atau anak perempuan masih kecil, perempuan atau laki-laki dewasa boleh memandikan nya. Berikut tata cara memandikan jenazah.
a. Di tempat tertutup agar yang melihat hanya orang-orang yang memandikan dan yang mengurusnya saja.
b. Mayat diletakkan di tempat yang ltinggi seperti dipan.
c. Dipakaikan kain basahan seperti
sarung agar auratnya tidak ter buka.
d. Mayat didudukkan atau disandar kan pada sesuatu, lantas disapu perutnya sambil ditekan pelan-pelan agar semua kotorannya keluar. Setelah itu, dibersihkan dengan tangan kiri, dan yang memandikannya dianjurkan mengenakan sarung tangan. Dalam hal ini boleh memakai wangi-wangian agar tidak ter ganggu bau kotoran si mayat.
e. Setelah itu hendaklah meng gan ti sarung tangan untuk membersihkan mulut
dan gigi si mayat.
f. Membersihkan semua kotoran dan najis.
g. Mewudukan, setelah itu membasuh seluruh badannya.
h. Disunahkan membasuh tiga sampai lima kali. Air untuk memandikan mayat sebaiknya dingin. Kecuali udara sangat dingin atau terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, boleh menggunakan air hangat.

Menurut Dr. Musthafa Al-Khin bahwa mayit laki-laki harus dimandikan oleh orang laki-laki dan sebaliknya jenazah perempuan harus dimandikan oleh orang perempuan. Hanya saja seorang laki-laki boleh memandikan istrinya dan seorang perempuan boleh memandikan suaminya. Satu hal yang juga perlu diketahui, bahwa disyariatkannya memandikan mayit adalah dalam rangka memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib dilakukan kepada setiap mayit Muslim kecuali orang yang mati syahid di dalam peperangan. Wallahu a’lam. 

Senin, 18 Oktober 2021

PENGURUSAN / PERAWATAN JENAZAH (KEMATIAN)

 


Kematian merupakan ketentuan Allah Swt. (sunatullah). Tidak ada seorang pun yang dapat menghindarinya. Kematian merupakan hal yang pasti, cepat atau lambat, pasti akan datang. Semua makhluk hidup akan merasakan mati. Tidak ada seorang pun, baik kaya miskin, berpangkat atau orang biasa, tua muda, maupun yang siap atau tidak siap, semuanya akan menjemput kematian. Firman Allah Ta'ala :

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

185. Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya (QS. Ali Imran : 185)

Kenapa harus ada kematian? Begitu juga kenapa ada kehidupan? Keduanya siklus hidup yang harus dilalui manusia. Hidup berarti pilihan, tergantung manusia, mau memilih di jalan kebenaran atau
keburukan. Allah Swt. sudah memberikan segalanya, saat manusia berada di dunia diberinya panca indera, akal, qalbu (hati nurani), diturunkan para Nabi dan Rasul agar diteladani, dan di antaranya
dibarengi dengan wahyu. Apalagi adanya hidup dan mati itu sebagai ujian bagi manusia, siapa yang paling baik amalnya (perhatikan Q.S. al-Mulk/67: 2).


Menjelang kematian, setiap manusia mengalami sakaratul maut. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan saat kondisi kritis ini, baik kita sebagai keluarga, karib kerabat, atau maupun orang terdekat, antara
lain:
mentalqin-kan (menuntun bacaan tauhid) di telinga seseorang dengan suara jelas dan tegas, tetapi jika sudah dalam keadaan sangat kritis, cukup dibimbing hanya dengan lafal “Allah” saja. Sementara itu, ada beberapa langkah atau tindakan yang harus dilaksakaan, saat kematian itu sudah terjadi, yaitu sebagai berikut:
a. Segera mengatupkan atau memejamkan matanya, karena saat ruh sudah dicabut, mata jenazah mengikuti arahnya.
b. Melenturkan persendiannya agar tidak menjadi kaku dan keras.
c.
Menanggalkan pakaian dan perhiasannya dan diganti dengan pakaian yang menutupi dan melindungi seluruh tubuhnya.
d.
Membetulkan letak anggota tubuhnya serta membujurkannya ke arah kiblat.
e. Menyegerakan seluruh proses pengurusan jenazah
.
f.
Membayarkan utang-utangnya.



Jumat, 24 September 2021

Hikmah Perilaku Jujur dan Syajaah (Berani) Jujur

 


Hkmah Jujur
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur, antara lain sebagai berikut.
1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan diketahui kebohongannya karena emang tidak berbohong. 
2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
4. Dijamin masuk surga. 
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya

Hikmah Syajā’ah
Islam sangat menekankan sifat syajā’ah agar dimiliki setiap muslim, sebab maslahatnya bukan hanya untuk yang bersangkutan, namun melebar kepada masyarakat sekitar, bahkan untuk bangsa dan negara. Ingat jargon yang sering kita lihat, yakni Berani Jujur! Jargon ini sangat bermanfaat bagi bangsa Indonesia, karena ingin membangkitkan jiwa terpendam setiap orang untuk berani jujur, berani menyuarakan kebenaran, dan berani karena benar. Syajā’ah juga akan memunculkan banyak hikmah antara lain dalam bentuk sifat-sifat mulia, yakni cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, dan mencintai. Tetapi jika seseorang itu terlalu dominan beraninya, tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan, akan memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, dan ujub. Sebaliknya, jika seorang mukmin kurang syajā’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, dan kecil hati.

Perilaku Cerminan Iman Kepada Qada dan Qadar

 


Beberapa contoh perilaku yang mencerminkan iman kepada Qada dan Qadar, antara lain sebagai berikut.
a. Yakin terhadap Qada dan Qadar dari Allah karena pada hakikatnya Qada dan Qadar tersebut sangat logis (masuk akal). Apabila kita sulit memahaminya, hal tersebut berarti bahwa kita sendiri yang belum
memiliki pemahaman secara menyeluruh mengenai hal tersebut. 
b. Pemahaman yang menyeluruh mengenai Qada dan Qadar akan melahirkan pribadi yang mau bekerja keras dalam meraih sesuatu.
c. Allah tidak akan menyalahi hukum-Nya (sunnatullah) sehingga manusia harus yakin akan kekuasaan Nya atas hidup dan kehidupan manusia.
d. Kita tidak boleh sombong apabila kita berhasil meraih sesuatu karena semua itu tidak semata-mata atas usaha kita sendiri.
e. Tidak boleh putus asa karena senantiasa husnuzan pada keadilan Allah.
f. Mampu menyusun strategi, khususnya, dalam hal pekerjaan sehingga hasilnya efektif dun efisien.
g. Bersyukur apabila memperoleh rezeki apa pun bentuknya dan senantiasa bersabar apabila mendapatkan ujian atau musibah.

Setelah kita mampu memahami akan Qada dan Qadar yang merupakan salah satu sendi keimanan umat Islam, kita dapat mengambil beberapa hikmah di antaranya sebagai berikut.
a. Allah telah menggariskan hukum-Nya dalam Qada dan Qadar. Dengan pemahaman yang benar, kita mampu menjadi pribadi yang optimistis dengan melakukan doa dan ikhtiar serta tawakal.
b. Dengan memahami Qada dan Qadar, kita tidak akan memiliki prasangka buruk, baik kepada Allah maupun kepada makhluk-Nya.
c. Kita bisa menyadari bahwa Allah telah membekali manusia dengan berbagai perangkat untuk kehidupannya. Jika kita mampu menggunakannya dengan baik, tentu hasil yang optimal dapat kita
raih selama hidup di dunia ini.
d. Kita menyadari bahwa manusia diciptakan berbeda-beda dan tentu memiliki hikmah tersendiri, di antaranya, untuk saling mengenal dan bekerja sama.
e. Dengan memahami Qada dan Qadar, kita dapat menyadari bahwa segala yang diciptakan dan yang terjadi di dunia ini tidak pernah luput dari kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu, manusia tidak pantas untuk berperilaku sombong.
f. Manusia berhak memilih untuk melakukan sesuatu. Dengan kesadaran itu, konsekuensi yang akan diterima di akhirat kelak, yang berupa ganjaran surga dan neraka, menjadi keniscayaan bagi setiap
manusia.
g. Keberhasilan atau kesuksesan bukan sebuah khayalan karena jika kita mau berusaha, Allah pasti akan membuka jalan-Nya.
h. Mampu membedakan antara jalan yang baik dan yang buruk karena masing-masing memiliki akibat atau konsekuensinya.
i. Menjadi pribadi yang tidak pernah berputus asa dan lupa diri apabila menghadapi sesuatu, baik kesenangan maupun kesedihan.
j. Allah tidak pernah menjadikan sesuatu dengan sia-sia. Oleh karena itu, manusia tinggal mempergunakan karunia tersebut dengan sebaik-baiknya.

Rabu, 22 September 2021

Fungsi Iman kepada Qada dan Qadar dalam kehidupan Sehari- hari

 



Islam itu ajaran yang tinggi (mulia), bersifat universal, sangat sesuai dengan fitrah, suci, indah, sempurna, dan tidak ada ajaran lain yang mampu menandinginya. Salah satu pokok ajarannya ialah keimanan pada
Qada dan Qadar. Setiap muslim dan muslimah wajib beriman bahwa ada Qada dan Qadar Allah yang berlaku untuk seluruh makhluk-Nya, baik takdir yang menguntungkan dirinya atau sesuai keinginannya maupun sebaliknya. Apa pun kenyataannya, kita harus yakin bahwa di balik setiap takdir yang terjadi pasti mengandung hikmah bagi manusia.

Di antara fungsi beriman pada Qada dan Qadar dalam kehidupan
sehari-hari adalah sebagai berikut:
1. Mendorong Kemajuan dan Kemakmuran Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah
Swt. sudah diberi ukuran, takaran, sifat, dan undang-undang. Panas matahari tidak mampu membuat air mendidih, tetapi ia sangat berguna bagi kesehatan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan, selain
sebagai alat penerang yang mengalahkan cahaya bulan dan lampu. Bumi, langit, dan isinya diciptakan untuk manusia sebagai khalifah. Dengan iman kepada takdir, hendaknya manusia dapat menyelidiki
dan mempelajari alam sehingga mampu memanfaatkannya. Bagaimana mungkin manusia dapat memanfaatkan alam jika tidak mengetahui sifat, ukuran, sebab- akibat, atau sunatullah? Bagaimana cara memanfaatkan sinar matahari, air terjun, racun, udara, gas, angin, bulu domba, bisa ular, dan lain sebagainya? Dengan mengimani takdir, maka manusia dapat mempelajari suatu hukum yang pasti sehingga menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kehidupan manusia.

2. Menghindari Sifat Sombong
Dengan beriman kepada takdir, seseorang yang memperoleh  sukses besar, meraih jabatan yang tinggi, menjadi penguasa, atau memiliki harta berlimpah, ia tidak akan merasa sombong. Sebaliknya, ia menjadi semakin rendah hati karena menyadari bahwa sukses yang diperoleh bukan semata-mata hasil usahanya sendiri, kecuali sudah menjadi ketetapan Allah. Tanpa pertolongan dan ketetapan Allah seseorang tidak akan mampu memperoleh kesuksesan itu sehingga ketika mendapatkannya, ia justru menjadi tawadlu atau rendah hati menyadari akan kemudahan dan keagungan Allah swt. Firman Allah
swt Artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah datangnya dan bila kamu ditimpa kemudaratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.» (Q.S. an-Nahl/ 16: 53)
3. Melatih Berhusnuzan (baik sangka)
Iman kepada takdir mendidik manusia untuk berbaik sangka pada ketetapan Allah karena apa yang kita inginkan belum tentu berakibat baik, demikian pula sebaliknya.
4. Melatih Kesabaran
Seorang yang beriman kepada Qada dan Qadar akan tetap tabah, sabar, dan tidak mengenal putus asa pada saat mengalami kegagalan karena menyadari bahwa semua kejadian sudah ditetapkan oleh Allah. Akan tetapi, bagi orang yang tidak beriman kepada takdir, kegagalan mengakibatkan stres, putus asa, dan kegoncangan jiwa.
Firman Allah swt.

“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmatAllah, sesungguhnya tidak putus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafr.» (Q.S. Yusuf/12: 87)
5. Terhindar dari Sifat Ragu dan Penakut
Iman padaQada danQadar akan menumbuhkan sifat pemberani.  Semangat dan jiwa seseorang akan bangkit karena ia tidak memiliki keraguan atau gentar sedikit pun untuk maju. Orang yang beriman itu
meyakini bahwa apa pun yang bakal terjadi tidak akan menyimpang dari ketentuan atau takdir Allah. Sejarah Islam telah mencatat bahwa Khalid bin Walid pada setiap peperangan tampil gagah berani tanpa rasa takut sedikit pun. Akan tetapi, Allah tidak menetapkan bahwa ia wafat di medan perang. Ia senantiasa diselamatkan nyawanya dan selalu dilindungi oleh Allah sehingga ia dapat hidup hingga usia tua. Khalid bin Walid wafat di atas pembaringan meskipun terdapat lebih
dari 500 bekas luka dalam peperangan.


Hubungan Takdir, ikhtiar doa dan tawakkal

 



Gambar Ilustrasi 

Beriman kepada takdir selalu terkait dengan empat (4) hal yang selalu berhubungan dan tidak terpisahkan. Keempat hal itu adalah sikap optimis terhadap takdir terbaik Allah Swt., berikhtiar, berdo’a, dan tawakal.
1. Sikap Optimis akan Takdir Terbaik Allah Swt.
Mengapa manusia tidak mampu terbang laksana burung, tumbuh-tumbuhan berkembang subur, lalu layu, dan kering. Rumput-rumput subur bila selalu disiram dan sebaliknya bila dibiarkan tanpa pemeliharaan akan mati. Semua contoh tersebut adalah ketentuan Allah Swt. dan itulah yang disebut Takdir.
Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah Swt. kepadanya. Di samping itu, manusia berada di bawah hukum-hukum tersebut (Qauliyah dan Kauniyah). Hanya berbeda
dengan makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan, dan planet lainnya, seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa dapat ditawar-tawar. (Q.S. Fussilat/41:11)

Manusia makhluk yang paling sempurna. Oleh karena itu, ia diberi kemampuan memilih bahkan pilihannya cukup banyak. Manusia dapat memilih ketentuan (takdir) Allah Swt. yang ditetapkan keberhasilan atau kemalangan, kebahagiaan atau kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau tidak. (Q.S. al-Kahf/18:29). Namun, harus diingat bahwa setiap pilihan yang diambil manusia, pada saatnya akan diminta pertanggungjawaban terhadap pilihannya, karena dilakukan atas kesadaran sendiri. Firman Allah Swt.: “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang
mengotorinya” (Q.S. asy-Syams/91:8-10).

"Apakah manusia mengira dibiarkan tanpa pertanggungjawaban?” (Q.S. AlQiyamah/75:36). Beberapa perumpamaan peristiwa ini akan dapat memudahkan dalam memahami persoalan takdir.

2. Ikhtiar
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam menggapai cita-cita dan tujuan. Allah Swt. menentukan takdir, kita sebagai manusia berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika Allah Swt. telah menentukan, mengapa ada ikhtiar? Perhatikan Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Anbiyaa’/21:90 yang artinya: ”Sungguh mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik”. Kemudian, dalam Q.S. alMukminuun/23:60, Allah Swt. Berfrman: ”Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya”.
Dari beberapa ayat di atas, Allah Swt. mendorong manusia untuk berusaha, berlomba, dan berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju keberhasilan. Pepatah Arab mengatakan “Man jadda wajada”, Artinya:“Siapa pun orangnya
yang bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan”.

Rasulullah saw. bersabda: ”Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh penghalang. Akankah kalian menunggu kekafran yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan, penyakit yang menggerogoti, penuaan yang melemahkan, kematian yang pasti, ataukah Dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat?”(HR. atTirmidzi)

Jika sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam hubungan inilah letak “rahasia Ilahi.” Meskipun begitu, Allah Swt. tidak menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal. Firman Allah Swt.: “ Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”. (Q.S. an-Najm/53:39-41).

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah mengapa Allah Swt. mewajibkan manusia berikhtiar. Walaupun sudah ditentukan Qada' dan qadarnya, di pundak manusialah kunci keberhasilan dan keberuntungan hidupnya. Di samping itu, begitu banyak anugerah yang telah Allah Swt. berikan kepada manusia berupa naluri, panca indera, akal, kalbu, dan aturan agama, sehingga lengkaplah sudah bekal yang dimiliki manusia menuju kebahagiaan hidup yang diinginkan.
3 Doa
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Bagi yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt. telah berjanji untuk mengabulkan permohonan orang
yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah Swt.: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, ...” (Q.S. alBaqarah/2:186).
4. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan ikhtiar dan do’a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal adalah “menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.” Dasar pengertian tawakal diambil diantaranya dari sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ikatlah kemudian bertawakallah.”

Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar. Firman Allah
Swt.: ”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah Swt.. Sesungguhnya Allah Swt. menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”(Q.S.Ali-Imran/3:159).

Senin, 20 September 2021

Petaka Orang Yang Bohong

 



عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ
صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا


Artinya :
"Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta."(HR. Bukhari No. 6094 Versi Fathul Bari) (Muslim No. 4719).



Sebagaimana telah dijelaskan di atas, betapa berartinya sebuah kejujuran karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa ke surga. Sebaliknya, betapa berbahayanya sebuah kebohongan. Kebohongan akan menghantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya. Dalam al-Qur'an mengingatkan kita agar tidak berkhianat:

وَمَن يَغۡلُلۡ يَأۡتِ بِمَا غَلَّ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفۡسٍ مَّا كَسَبَتۡ وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ

Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya,
dan mereka tidak dizalimi.’’ (Q.S. Āli ‘Imrān/3: 161).
Dalam hadis Rasulullah saw. mengingatkan: Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., dia berkata; Rasulullah saw., bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu, Ruwaibidhah berbicara.” Ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)

Syaikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, bahwa menjaga amanah ialah menunaikan dengan baik terhadap hak-hak Allah Swt. dan hak-hak manusia tanpa terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah maupun senang.

Landasan Syaja’ah untuk Kejujuran

 



Landasan kejujuran adalah keberanian mengungkap kebenaran. Orang jujur: ditandai dengan benar perkataannya, yakin akan apa yang diperbuatnya, serta memiliki tekad yang utuh untuk
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sosok seperti itu bukan dimiliki manusia biasa, tetapi manusia sejati yang sudah makan garam kehidupan. Sosok yang teguh prinsipnya, dan tidak tergoyahkan hanya demi kepentingan sesaat dan keuntungan duniawi. Umat Islam sejatinya sudah memiliki
sosok tersebut, yakni yang diperankan oleh Nabi Muhammad Saw., tinggal kita ini mau meneladani atau tidak. Di samping itu, kejujuran menjadi landasan iman, sedang dusta menjadi bagian dari kemunakan. Abu Ubaidah meriwayatkan, saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Puasa adalah perisai, selama
yang bersangkutan tidak merusaknya.” Lalu ada yang bertanya, dengan apa ia dirusak? Rasulullah menjawab: dengan berbohong dan menggunjing.”

Jumat, 17 September 2021

Kaitan antara Takdir, Ikhtiar dan TawakkaL

 



Takdir, ikhtiar, dan tawakal adalah tiga hal yang sulit untuk dipisahpisahkan. Dengan kemahakuasaan-Nya, Allah menciptakan undang-undang, peraturan, dan hukum yang tidak dapat diubah oleh siapa pun.  
Sementara itu, manusia diberi kebebasan untuk memilih dan diberi hak untuk bekerja dan berusaha demi mewujudkan pilihannya. Akan tetapi, setiap manusia tidak dapat dan tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada Allah untuk mewujudkan keinginannya.  

Bertawakal bukan berarti bahwa seseorang hanya diam dan bertopang dagu tanpa bekerja. Orang yang sudah menentukan pilihan dan cita-citanya tanpa mau bekerja, hanya akan menjadi lamunan atau khayalan semata karena hal itu tidak akan pernah terlaksana. Firman Allah swt.

Qada' dan Qadar atau takdir berjalan menurut hukum “sunnatullah”. Artinya keberhasilan hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak dengan sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah Swt. yang disampaikan  untuk umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam al-Qur'aberjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat bodoh, tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api merasakan panas, menanam benih akan tumbuh, dan lain-lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa siapa pun orangnya tidak mampu mengetahui
takdirnya. Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada yang mampu mengetahuinya. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai hukum-hukum Allah Swt. disertai dengan do’a, ikhlas, dan tawakal kepada Allah Swt., dipastikan akan memperoleh keberhasilan dan mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang ditetapkan. 

Berkaitan dengan makna beriman kepada Qada' dan Qadar dapat diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan.

Dalam sebuah hadis yang panjang dan diriwayatkan oleh ImamBukhari dan Muslim dikisahkan bahwa ketika Khalifah Umar bin Khattabr.a. dan pasukannya akan masuk ke negeri Syam dan telah sampai di
perbatasan, ada yang menyampaikan laporan bahwa di negeri Syam tersebut tengah terjangkit penyakit menular. Khalifah Umar bin Khattab r.a. akhirnya memutuskan untuk membatalkan kepergiannya ke  negeri Syam dan kembali pulang ke Madinah. Abu Baidah berkata kepada
Khalifah, «Mengapa Anda lari dari takdir Allah?» Khalifah Umar bin Khattab r.a. menjawab, «Kami lari dari takdir untuk mengejar takdir pula.» Maksud dari pernyataan `lari dari takdir menuju takdir› itu adalah bahwa mereka memilih meninggalkan takdir yang buruk menuju pada takdir yang lebih baik. Manusia yang telah diberi ftrah dan pengetahuan untuk dapat membedakan baik dan buruk pasti akan senantiasa mampu menaati segala kebaikan dan menjauhi keburukan. 

Oleh karena itu, sebagai penghayatan terhadap keyakinan akan takdir, ikhtiar, dan tawakal, maka kewajiban kita memilih segala hal yang baik. Adapun ukuran mengenai baik dan buruknya adalah norma yang tercantum pada al-Qur’an dan hadis, senantiasa tekun, bersungguhsungguh dalam bekerja sesuai dengan kemampuan, bertawakal, berdoa, tidak sombong atau tidak lupa diri dan bersyukur apabila berhasil serta tidak berputus asa apabila belum berhasil.

Keterkaitan Syajā’ah dengan Kejujuran


 

a. Hubungan Syajā’ah dengan Kejujuran
Sifat syajā’ah sangat berkaitan dengan nilai kejujuran. Hal ini, berdasarkan uraian sebagai berikut, yaitu:
1) Konsisten menyuarakan kebenaran, meskipun di hadapan penguasa zalim. Itu hanya dilakukan oleh para pemberani. Sebaliknya, para pengecut hanya menyampaikan yang diinginkan oleh penguasa.
2) Setiap manusia pasti pernah bersalah. Itu artinya, dibutuhkan manusia pemberani yang lantang mengakui kesalahannya. Berani mengakui kesalahan, merupakan indikator sikap syaja’ah dan jujur. 
3) Selalu senang berbuat baik. Karena pada dasarnya setiap manusia akan senang, jika diperlakukan secara jujur, sebaliknya sangat marah dan benci, jika dibohongi atau dicurangi. (perhatikan isi dan kandungan Q.S. al-Muthafifīn/83: 1-3).

b. Faktor-faktor Seseorang Memiliki Syajā’ah
Berikut ini, faktor-faktor penyebab seseorang memiliki sikap syaja’ah.
1) Adanya perasaan takut hanya kepada Allah Swt., selama seseorang itu meyakini apa yang dilakukannya dalam rangka menjalankan perintah-Nya, maka tidak perlu takut kepada siapa pun, kecuali 
hanya kepada Allah Swt.
2) Saat kehidupan akhirat lebih dicintai dibanding dunia, karena kehidupan dunia bukanlah tujuan akhir seorang mukmin, dunia hanya sebagai tempat menanam kebaikan, dan mencari bekal hidup di akhirat. 
3) Adanya perasaan tidak takut mati. Setiap manusia tidak ada jaminan, bahwa ‘esok’ masih ada dan bernafas, sebab itu jangan menunda-nunda menjadi orang baik, yang tentunya kriteria baik itu, harus sejalan dengan tuntunan Allah Swt.
4) Tidak pernah ragu dengan kebenaran. Perasaan ragu harus dikikis dengan ilmu, karena ilmu itu menerangi, memudahkan jalan-jalan kesusksesan. Sebab itu, hilangkan sikap ragu, dan bersamaan
dengan itu, pertebal keyakinan agar tergolong menjadi manusia yang berani dan jujur.
5) Ketika tidak menomorsatukan kekuatan materi. Sebab, materi memang diperlukan dalam perjuangan, tetapi tidak segala-galanya, hanya Allah Swt. yang mampu menentukan segala sesuatu.
6) Terbiasa bertawakal, dan yakin adanya pertolongan Allah Swt. Membela kebenaran itu tidak mudah dan sukar, namun dengan ikhtiar yang maksimal, keberhasilan akan didapat. Istilahnya, kewajiban manusia hanya berikhtiar, Allah-lah yang menentukan berhasil tidaknya usaha manusia. Di sisi lain, perhatikan orangorang di sekitar Anda, hampir 99% keberhasilan itu didapat dari ikhtiar yang sungguh-sungguh, tekun, ulet, rajin, dan tentu tidak melupakan adanya
inayah Allah Swt.

Rabu, 15 September 2021

Macam-Macam Takdir & Kaitan antara Takdir, Ikhtiar dan Tawakkal





Mengenai hubungan antara Qada dan Qadar dengan ikhtiar, do’a dan tawakal ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam seperti berikut.

a. Takdir Mua’llaq
Takdir Mua’llaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Misalnya, seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu, ia belajar dengan tekun. Akhirnya, apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah Swt. berfrman: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt. tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah Swt. menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya;
dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S arRa’d/13:11)
b. Takdir Mubram
Takdir Mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh manusia. Misalnya, ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan
dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapak kulit putih, dan sebagainya.


Kaitan antara Takdir, Ikhtiar dan Tawakkal
Takdir sebagaimana telah dijelaskan adalah takaran, ukuran, ketetapan, peraturan, undang-undang yang diciptakan Allah tertulis di Lauh Mahfuz sejak zaman azali dan berlaku bagi semua makhluk-Nya.

Takdir ada dua macam, yaitu ( 1) takdir mubram yang makhluk tidak  diberi peluang atau kesempatan untuk memilih dan mengubahnya, dan (2) takdir muallaq yang makhluk diberi peluang atau kesempatan untuk memilih dan mengubahnya. Ikhtiar adalah berusaha melakukan segala daya dan upaya untuk mencapai sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki. Menurut bahasa Arab, ikhtiar berarti ‘memilih’. Dua pengertian yang berbeda itu tetap mempunyai hubungan yang erat dan merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, setiap orang mempunyai kebebasan memilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada yang mencari nafkah dengan berdagang, bertani, berkarya di kantor, berwirausaha, dan lain sebagainya.

Tawakal diartikan dengan sikap pasrah dan menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Dalam bahasa Arab, tawakal berarti `mewakilkan’, yaitu mewakilkan kepada Allah untuk menentukan berhasil atau tidaknya suatu urusan. Ajaran tawakal ini menanamkan kesan bahwa manusia hanya memiliki hak dan berusaha, sedangkan ketentuan terakhir tetap di tangan Allah swt. sehingga apabila usahanya berhasil, ia tidak bersikap lupa diri, dan apabila mengalami kegagalan, ia tidak akan merasa putus asa. Pengertian seperti ini merupakan ajaran tawakal yang paling tepat.