Jumat, 17 Juni 2016

Kepribadian Muslim Sebagai Tujuan Pendidikan Islam

A.    Pengertian Kepribadian
Carl Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.[1]
Kepribadian juga bisa di artikan segala hal yang bisa ditampilkan seseorang dalam rangka membuat anggapan orang lain agar kpribadian tersebut mencerminkan karakter, sifat, tabiat, kelakukan dan kebiasaan yang dilakukan setiap hari. 
B.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Muslim
      Kepribadian di dalam pembentukannya tidak terlepas dari berbagai faktor, baik faktor yang memang berasal dari dalam dirinya, atau faktor yang datang dari luar. Atau dengan kata lain, kepribadian yang dimiliki seseorang tidak hanya semata berasal dari dalam dirinya, melainkan perpaduan dari berbagai faktor luar yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Adanya keterkaitan dari berbagai faktor yang tidak sama terhadap individu atau masyarakat, pada gilirannya melahirkan pernedaan kepribadian.
      Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, yaitu:
1.      Faktor Biologis
Keadaan seseorang turut mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Sebagai contoh ekstrim adalah seseorang yang mempunyai cacat jasmani biasanya mempunyai ras rendah diri, sehingga menjadi pemalu, pendiam, enggan bergaul. Demikian juga system (jaringan) saraf, kalenjer, dan sebagainya merupakan gangguan biologis, dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, Seperti misalnya hipertensi dapat menyebabkan seseorang menjadi pemarah. Sebaliknya bila hipotensi bisa menjadikan seseorang mudah tersinggung.
2.      Faktor Psikologis
      Kepribadian seseorang dapat juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, seperti perasaan, dorongan, dan minat. Sebagai contohnya adalah seseorang yang kondisi ekonominya lemah atau keluarga miskin, menyebabkan ia menjadi pemalu atau rendah diri.
3.      Faktor Sosiologis
      Pembentukan kepribadian bisa terjadi karena pengaruh lingkungan sosialnya, seperti lingkungan pergaulannya.
4.      Faktor Budaya (material/non-material)
a.       Kebudayaan material yang ada disekitar kita bisa (tidak selalu) membentuk kepribadian seseorang, dikarenakan adanya kebiasaan untuk berhubungan dengan benda-benda tersebut, seperti:
1)      Orang bisa bersifat punktualistis (selalu mengindahkan/tepat waktu) karena ia mempunyai arloji sehingga setiap saat ia bisa memperhatikannya.
2)      Orang bisa menjadi “alim” karena tempat tinggalnya berdekatan dengan mesjid. Setiap saat ia sembahyang ia selalu melihat orang disekitarnya pergi ke mesjid dengan berpakaian rapi, sopan, shaleh, takwa, dan beriman. Lama kelamaan terkenallah  ia sebagai orang yang alim dan shaleh.
b.      Kebudayaan  non-material (rohaniah) sebagai hasil cipta dan  rasa manusia yang berupa nilai-nilai, norma, ilmu pengetahuan, dan sebagainya sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang.[2]
Misalnya seseorang yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah, maka setiap ia menyikapi sesuatu, tentu menggunakan pandangan Al-Qur’an dan Sunnah.
      Sebenarnya faktor kebudayaan ini termasuk pula didalamnya faktor social. Karena kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana seseorang itu dibesarkan. Karena setiap kebudayaan mempunyai nilai yang harus dijunjung tinggi oleh manusia yang hidup dalam kebudayaan tersebut. Mentaati dan mematuhi nilai dalam kebudayaan itu menjadi kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan. Disamping  itu harus mempunyai kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.
5.      Faktor Lingkungan Alam Fisik
      Misalnya orang yang hidup didaerah pegunungan, umumnya sehat dan pemberani sedangkan yang berasal dari daerah tandus/gersang biasanya keras dan ulet.
      Lingkungan dalam hal ini lingkungan hidup manusia, yaitu segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang berpengaruh terhadap sifat-sifat dan pertumbuhan manusia yang bersangkutan. Oleh karena itu, lingkungan akan membentuk kepribadian dan kematangan seseorang.
      Alvin L Bertrand seorang Sosiolog menyebutkan minimal ada empat faktor yang turut mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang yaitu:
a.       Keturunan (warisan biologis)
b.      Lingkungan tempat
c.       Lingkungan social
d.      Lingkungan kebudayaan.[3]
Dari keempat faktor di atas, tentunya memiliki kuantitas dan kualitas berbeda dalam proses sosialisasi terhadap diri seseorang, bahkan proses sosialisasi itu sendirir bisa jadi memiliki perbedaan pula. Sehingga pada gilirannya pembentukan kepribadian seseorangpun dimungkinkan terjadinya perbedaan.
1)      Keturunan (Warisan Biologis)
      Dikatakan warisan biologis, mengingat dalam pembentukan kepribadian seseorang melihat pada aspek psikis dan fisik seseorang. Warisan biologis atau dengan istilah lain disebut “hereditas” semisal naluri, bakat, perangai, termasuk pula bentuk tubuh, jenis kelamin, umur, dan sebagainya, adalah modal dasar kepribadian seseorang.
      Berdasarkan faktor pembawaan masing-masing meliputi aspek jasmani dan rohani.Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik lainnya.Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat, tingkat kecerdasan, maupun sikap emosi.[4]
2)       Lingkungan tempat
      Lingkungan tempat adalah semacam lingkungan geografis. Termasuk lingkungan geografis ini wilayah atau daerah, iklim, cuaca di mana manusia tinggal. Lingkungan geografis ini tidak jarang mempunyai arti yang cukup penting dalam mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang atau masyarakat.
      Berbicara masalah pengaruh lingkungan geografis terhadap pembentukan kepribadian seseorang atau masyarakat. Ibnu Khaldun seorang filosof dan sosiolog Islam secara tegas dan panjang lebar melukiskan hal ini dalam kitabnya “al-I’tibar” (terjemahan Ibnu Khaldun tentang Sosial dan Ekonomi). Menurutnya “Manusia yang berdiam di daerah beriklim sedang, seimbang keadaanya, potongan badannya baik, warna kulitnya, sifat tabiatnya dan keadaan-keadaan lain pada umumnya.
3)      Lingkungan Sosial
      Yang dimaksud lingkungan sosial di sini adalah pengaruh sosial dari seseorang terhadap individu atau kelompok terhadap individu, di mana pengaruh sosial ini sangat intend an penuh keikhlasan.
      Pengaruh lingkungan social terhadap pembentukan kepribadian di sini hanya berdasar pengalaman kelompok sosial di mana seseorang berada. Kehidupan seseorang yang tinggal dan dibesarkan dalam kelompok sosial “Panti Asuhan” dengan berbagai ketentuan dan aturan yang berlaku dalam kelompok social, sedikit banyak berpengaruh terhadap kepribadiaannya. Sebab di tempat kelompok sosial inilah dia belajar loyalitas, simpati, respon, pengabdian dan bekerjasama dengan cirri-ciri atau sifat-sifat kepribadian lainnya.
4)      Lingkungan Kebudayaan
      Lingkungan budaya ini tidak jarang menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan kepribadian seseorang.dan bahkan tidak menutup kemungkinan, lingkungan yang satu ini sering menjadi kambing hitam dari terbentuknya kepribadian seseorang.
      Proses seseorang untuk membentuk kepribadiannya sesuai dengan yang dimilikinya, tidak semudah yang diharapkan. Kadangkala ia mengalami berbagai benturan. Untuk ini ia harus pula memperhatikan kepribadian orang lain disekitarnya, apalagi kepribadia itu sudah dibentuk berdasarkan pada budaya yang ada disekitarnya. Karena itu dengan melihat kepribadian orang lain (lingkungan budaya) di sekitarnya adalah sangat penting sekali untuk membentuk dirinya menjadi manusia yang berkepribadian sesuai dengan kepribadian orang lain (masyarakat) yang ada disekitarnya.
      Berbarengan dengan moment-moment diatas, proses sosialisasi juga berlngsung. Orang harus mempelajari norma, dan nilai yang berlaku di tengah masyarakat yang dihadapinya guna menjalani proses pemasyarakatan. Dalam kaitan ini diperlukan adanya penyesuaian (adaptasi) kepribadian yang asli (warisan biologis) dengan jalan melihat pada kepribadian orang lain yang berada di luar dirinya, apakah dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, atau masyarakat luas. Sejalan berlangsungnya proses enkulturasi, yaitu proses yang dijalani seseorang dari mulai masa bayi terus tumbuh dan berkembang, berhubungan, mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya yang ada disekitarnya, dimana pola-pola dan cita-cita itu membentuk kepribadiannya. Bahkan akhirnya, pola dan cita-cita tersebut menjadi miliknya pula. Ia merasakan sudah menyatu dengan situasi dan kondisi lingkungan budaya yang berada di sekitarnya.
      Lingkungan budaya yang berada di luar dirinya, sedikit banyak turut memaksa terhadap kepribadian asli (warisan biologis) yang ada dalam dirinya. Seseorang tidak bebas sewenang-wenang berjalan sesuai dengan konsep kepribadian yang ada dalam dirinya. Ia harus sadar, melihat pada kenyataan bahwa, konsep kepribadian yang selama ini telah dilakukannya bertentangan dengan konsep kepribadian yang ada di luar dirinya. Dia harus mampu menyesuaikan konsep kepribadiannya dengan konsep kepribadian yang ada diluar dirinya. Kalau konsep yang ada diluar dirinya dilakukannnya, maka ia akan mendapat pujian, atau paling tidak dia aman dari gunjingan orang lain, tetapi seandainya konsep kepribadian yang dikembangkannya tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan konsep kepribadian yang ada diluar dirinya, dalam masyarakatnya, maka tidak mustahil akan mendapat hukuman, berupa celaan dan hinaan. Itulah sebabnya setiap orang yang ingin mengembangkan kepribadian yang dimilikinya (warisan biologis/hereditas), sedikit banyak akan menemukan kesulitan, mengingat konsep kepribadian yang dimilikinya itu tidak sepenuhnya sejalan dengan konsep kepribadian yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Kemungkinan ini selalu ada, sebab setiap manusia tidak selalu memiliki kepribadian yang sama. Justeru di sinilah letaknya, seseorang harus sadar diri, bercermin pada lingkungan budaya yang berada di luar dirinya. Untuk kemudian kepribadian yang dimilikinya itu disesuaikan (adjustment) dengan lingkungan budaya yang berlaku ditengah masyarakat.
      Selain ke empat faktor diatas, faktor lain yang juga turut menjadi faktor penentu dalam pembentukan kepribadian seseorang, diantaranya ajaran agama, pendidikan, penglaman dan cita-cita, dan lainnya.
a)      Ajaran Agama
            Menurut Soerjono Soekanto “agama juga mempunyai pengaruh yang besar untuk membentuk kepribadian seseorang individu. Terlepas agama yang dimaksud disini apakah agama samawi atau agama budaya, bahkan termasuk semua kepercayaan yang dimiliki oleh individu atau masyarakat yang bersangkutan.
            Adanya ketergantungan dengan dunia luar, dalam hal ini sesuatu yang gaib, yang dianggap super dalam istilah lain disebut “Tuhan”, akan mendorong seseorang untuk menuruti ketentuan terhadap “sesuatu” yang diyakini menjadi aturan main untuk mencapai atau mendekati Tuhan. Karena itu hamper setiap agama punya ajaran yang merupakan pedoman, jalan, untuk mencapai kebahagiaan pengikutnya.
b)      Pendidikan
            Konsep pendidikan yang dikehendaki di sini adalah adanya kesengajaan oleh pihak tertentu untuk memberikan pengetahuan atau keterampilan kepada seseorang.
c)      Pengalaman
            Pengalaman kehidupan bisa merubah pola tingkah laku kehidupan seseorang untuk menjadi lebih baik atau bisa juga terjadi sebaliknya akan menjadi buruk, disebabkan pengalaman yang didapatkannya dalam pergaulan kehidupannya.
d)     Cita-cita
            Cita-cita seseorang boleh jadi akan merubah masa depannya untuk menjadi lebih baik, tetapi kalau cita-citanya buruk itu juga akan berpengaruh buruk kepada dirinya. Namun pada kenyataannya cita-cita itu banyak mengarah kepada positif untuk  kehidupan yang lebih baik bagi masa depannya.
C.    Kepribadian Muslim Sebagai Tujuan Pendidikan Islam
1.      Pengertian Kepribadian Muslim
Muslim berarti orang islam. Kata “islam” seakar dengan kata al- salâm. al-salm dan al-silm yang berarti damai dan aman; dan kata “al-salm”, “al-salâm” dan “al-salâmah” yang berarti  bersih dan selamat dari cacat, baik lahir maupun bathin. Orang yang berislam adalah orang menyerah, tunduk, patuh, dalam melakukan perilaku yang baik, agar hidupnya bersih lahir dan bathin yang pada gilirannya akan mendapatkan keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
 Secara terminologi kepribadian muslim memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan dari ajaran islam dan  bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.[5]
2.      Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan atau sasaran atau maksud, dalam bahasa arab dinyatakan dengan ghayat atau  maqasid. Sedangkan dalam bahasa inggris, istilah tujuan dinyatakan dengan goal atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktifitas.[6]
Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan hidup muslim, yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya.[7]
Menurut Zakiah Daradjat Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi "insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian muslim sebagai tujuan pendidikan Islam yang dimaksud yaitu seseorang yang berperilaku/berkepribadian sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits agar menjadi insan kamil.

0 komentar:

Posting Komentar