A.
Pengertian Kepribadian
Carl Gustav
Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang
ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.[1]
Kepribadian juga bisa di artikan segala hal yang bisa ditampilkan
seseorang dalam rangka membuat anggapan orang lain agar kpribadian tersebut
mencerminkan karakter, sifat, tabiat, kelakukan dan kebiasaan yang dilakukan
setiap hari.
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Muslim
Kepribadian di dalam pembentukannya tidak terlepas dari berbagai
faktor, baik faktor yang memang berasal dari dalam dirinya, atau faktor yang
datang dari luar. Atau dengan kata lain, kepribadian yang dimiliki seseorang
tidak hanya semata berasal dari dalam dirinya, melainkan perpaduan dari
berbagai faktor luar yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Adanya
keterkaitan dari berbagai faktor yang tidak sama terhadap individu atau
masyarakat, pada gilirannya melahirkan pernedaan kepribadian.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan kepribadian seseorang, yaitu:
1.
Faktor
Biologis
Keadaan
seseorang turut mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Sebagai contoh
ekstrim adalah seseorang yang mempunyai cacat jasmani biasanya mempunyai ras
rendah diri, sehingga menjadi pemalu, pendiam, enggan bergaul. Demikian juga
system (jaringan) saraf, kalenjer, dan sebagainya merupakan gangguan biologis,
dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, Seperti misalnya hipertensi dapat
menyebabkan seseorang menjadi pemarah. Sebaliknya bila hipotensi bisa
menjadikan seseorang mudah tersinggung.
2.
Faktor
Psikologis
Kepribadian seseorang dapat juga
dipengaruhi oleh faktor psikologis, seperti perasaan, dorongan, dan minat.
Sebagai contohnya adalah seseorang yang kondisi ekonominya lemah atau keluarga
miskin, menyebabkan ia menjadi pemalu atau rendah diri.
3.
Faktor
Sosiologis
Pembentukan kepribadian bisa terjadi
karena pengaruh lingkungan sosialnya, seperti lingkungan pergaulannya.
4.
Faktor
Budaya (material/non-material)
a.
Kebudayaan
material yang ada disekitar kita bisa (tidak selalu) membentuk kepribadian
seseorang, dikarenakan adanya kebiasaan untuk berhubungan dengan benda-benda
tersebut, seperti:
1)
Orang
bisa bersifat punktualistis (selalu mengindahkan/tepat waktu) karena ia
mempunyai arloji sehingga setiap saat ia bisa memperhatikannya.
2)
Orang
bisa menjadi “alim” karena tempat tinggalnya berdekatan dengan mesjid. Setiap
saat ia sembahyang ia selalu melihat orang disekitarnya pergi ke mesjid dengan
berpakaian rapi, sopan, shaleh, takwa, dan beriman. Lama kelamaan
terkenallah ia sebagai orang yang alim
dan shaleh.
b.
Kebudayaan
non-material (rohaniah) sebagai hasil
cipta dan rasa manusia yang berupa
nilai-nilai, norma, ilmu pengetahuan, dan sebagainya sangat besar pengaruhnya
terhadap kepribadian seseorang.[2]
Misalnya seseorang yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah, maka
setiap ia menyikapi sesuatu, tentu menggunakan pandangan Al-Qur’an dan Sunnah.
Sebenarnya faktor kebudayaan ini termasuk
pula didalamnya faktor social. Karena kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat. Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada masing-masing orang
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana seseorang itu
dibesarkan. Karena setiap kebudayaan mempunyai nilai yang harus dijunjung
tinggi oleh manusia yang hidup dalam kebudayaan tersebut. Mentaati dan mematuhi
nilai dalam kebudayaan itu menjadi kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan.
Disamping itu harus mempunyai
kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.
5.
Faktor
Lingkungan Alam Fisik
Misalnya orang yang hidup didaerah
pegunungan, umumnya sehat dan pemberani sedangkan yang berasal dari daerah tandus/gersang
biasanya keras dan ulet.
Lingkungan dalam hal ini lingkungan hidup
manusia, yaitu segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang berpengaruh
terhadap sifat-sifat dan pertumbuhan manusia yang bersangkutan. Oleh karena
itu, lingkungan akan membentuk kepribadian dan kematangan seseorang.
Alvin L Bertrand seorang Sosiolog
menyebutkan minimal ada empat faktor yang turut mempengaruhi pembentukan
kepribadian seseorang yaitu:
a.
Keturunan
(warisan biologis)
b.
Lingkungan
tempat
c.
Lingkungan
social
Dari keempat
faktor di atas, tentunya memiliki kuantitas dan kualitas berbeda dalam proses
sosialisasi terhadap diri seseorang, bahkan proses sosialisasi itu sendirir
bisa jadi memiliki perbedaan pula. Sehingga pada gilirannya pembentukan
kepribadian seseorangpun dimungkinkan terjadinya perbedaan.
1)
Keturunan
(Warisan Biologis)
Dikatakan warisan
biologis, mengingat dalam pembentukan kepribadian seseorang melihat pada aspek
psikis dan fisik seseorang. Warisan biologis atau dengan istilah lain disebut “hereditas” semisal naluri, bakat,
perangai, termasuk pula bentuk tubuh, jenis kelamin, umur, dan sebagainya,
adalah modal dasar kepribadian seseorang.
Berdasarkan faktor pembawaan masing-masing
meliputi aspek jasmani dan rohani.Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk
fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik lainnya.Sedangkan pada aspek rohaniah
seperti sikap mental, bakat, tingkat kecerdasan, maupun sikap emosi.[4]
2)
Lingkungan tempat
Lingkungan tempat adalah
semacam lingkungan geografis. Termasuk lingkungan geografis ini wilayah atau
daerah, iklim, cuaca di mana manusia tinggal. Lingkungan geografis ini tidak
jarang mempunyai arti yang cukup penting dalam mempengaruhi pembentukan
kepribadian seseorang atau masyarakat.
Berbicara masalah
pengaruh lingkungan geografis terhadap pembentukan kepribadian seseorang atau
masyarakat. Ibnu Khaldun seorang filosof dan sosiolog Islam secara tegas dan
panjang lebar melukiskan hal ini dalam kitabnya “al-I’tibar” (terjemahan Ibnu
Khaldun tentang Sosial dan Ekonomi). Menurutnya “Manusia yang berdiam di daerah
beriklim sedang, seimbang keadaanya, potongan badannya baik, warna kulitnya,
sifat tabiatnya dan keadaan-keadaan lain pada umumnya.
3)
Lingkungan
Sosial
Yang dimaksud lingkungan
sosial di sini adalah pengaruh sosial dari seseorang terhadap individu atau
kelompok terhadap individu, di mana pengaruh sosial ini sangat intend an penuh
keikhlasan.
Pengaruh lingkungan
social terhadap pembentukan kepribadian di sini hanya berdasar pengalaman
kelompok sosial di mana seseorang berada. Kehidupan seseorang yang tinggal dan
dibesarkan dalam kelompok sosial “Panti Asuhan” dengan berbagai ketentuan dan
aturan yang berlaku dalam kelompok social, sedikit banyak berpengaruh terhadap
kepribadiaannya. Sebab di tempat kelompok sosial inilah dia belajar loyalitas,
simpati, respon, pengabdian dan bekerjasama dengan cirri-ciri atau sifat-sifat
kepribadian lainnya.
4)
Lingkungan
Kebudayaan
Lingkungan budaya ini
tidak jarang menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan
kepribadian seseorang.dan bahkan tidak menutup kemungkinan, lingkungan yang
satu ini sering menjadi kambing hitam dari terbentuknya kepribadian seseorang.
Proses seseorang untuk
membentuk kepribadiannya sesuai dengan yang dimilikinya, tidak semudah yang
diharapkan. Kadangkala ia mengalami berbagai benturan. Untuk ini ia harus pula
memperhatikan kepribadian orang lain disekitarnya, apalagi kepribadia itu sudah
dibentuk berdasarkan pada budaya yang ada disekitarnya. Karena itu dengan
melihat kepribadian orang lain (lingkungan budaya) di sekitarnya adalah sangat
penting sekali untuk membentuk dirinya menjadi manusia yang berkepribadian
sesuai dengan kepribadian orang lain (masyarakat) yang ada disekitarnya.
Berbarengan dengan
moment-moment diatas, proses sosialisasi juga berlngsung. Orang harus
mempelajari norma, dan nilai yang berlaku di tengah masyarakat yang dihadapinya
guna menjalani proses pemasyarakatan. Dalam kaitan ini diperlukan adanya
penyesuaian (adaptasi) kepribadian yang asli (warisan biologis) dengan jalan
melihat pada kepribadian orang lain yang berada di luar dirinya, apakah dalam
lingkungan rumah tangga, sekolah, atau masyarakat luas. Sejalan berlangsungnya
proses enkulturasi, yaitu proses yang dijalani seseorang dari mulai masa bayi
terus tumbuh dan berkembang, berhubungan, mengenal dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan budaya yang ada disekitarnya, dimana pola-pola dan cita-cita itu
membentuk kepribadiannya. Bahkan akhirnya, pola dan cita-cita tersebut menjadi
miliknya pula. Ia merasakan sudah menyatu dengan situasi dan kondisi lingkungan
budaya yang berada di sekitarnya.
Lingkungan budaya yang
berada di luar dirinya, sedikit banyak turut memaksa terhadap kepribadian asli
(warisan biologis) yang ada dalam dirinya. Seseorang tidak bebas
sewenang-wenang berjalan sesuai dengan konsep kepribadian yang ada dalam
dirinya. Ia harus sadar, melihat pada kenyataan bahwa, konsep kepribadian yang
selama ini telah dilakukannya bertentangan dengan konsep kepribadian yang ada
di luar dirinya. Dia harus mampu menyesuaikan konsep kepribadiannya dengan
konsep kepribadian yang ada diluar dirinya. Kalau konsep yang ada diluar
dirinya dilakukannnya, maka ia akan mendapat pujian, atau paling tidak dia aman
dari gunjingan orang lain, tetapi seandainya konsep kepribadian yang
dikembangkannya tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan konsep
kepribadian yang ada diluar dirinya, dalam masyarakatnya, maka tidak mustahil
akan mendapat hukuman, berupa celaan dan hinaan. Itulah sebabnya setiap orang
yang ingin mengembangkan kepribadian yang dimilikinya (warisan
biologis/hereditas), sedikit banyak akan menemukan kesulitan, mengingat konsep
kepribadian yang dimilikinya itu tidak sepenuhnya sejalan dengan konsep
kepribadian yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Kemungkinan ini selalu
ada, sebab setiap manusia tidak selalu memiliki kepribadian yang sama. Justeru
di sinilah letaknya, seseorang harus sadar diri, bercermin pada lingkungan
budaya yang berada di luar dirinya. Untuk kemudian kepribadian yang dimilikinya
itu disesuaikan (adjustment) dengan lingkungan budaya yang berlaku ditengah
masyarakat.
Selain ke empat faktor
diatas, faktor lain yang juga turut menjadi faktor penentu dalam pembentukan
kepribadian seseorang, diantaranya ajaran agama, pendidikan, penglaman dan
cita-cita, dan lainnya.
a)
Ajaran
Agama
Menurut Soerjono
Soekanto “agama juga mempunyai pengaruh yang besar untuk membentuk kepribadian
seseorang individu. Terlepas agama yang dimaksud disini apakah agama samawi
atau agama budaya, bahkan termasuk semua kepercayaan yang dimiliki oleh
individu atau masyarakat yang bersangkutan.
Adanya
ketergantungan dengan dunia luar, dalam hal ini sesuatu yang gaib, yang
dianggap super dalam istilah lain disebut “Tuhan”, akan mendorong seseorang
untuk menuruti ketentuan terhadap “sesuatu” yang diyakini menjadi aturan main
untuk mencapai atau mendekati Tuhan. Karena itu hamper setiap agama punya
ajaran yang merupakan pedoman, jalan, untuk mencapai kebahagiaan pengikutnya.
b)
Pendidikan
Konsep pendidikan
yang dikehendaki di sini adalah adanya kesengajaan oleh pihak tertentu untuk
memberikan pengetahuan atau keterampilan kepada seseorang.
c)
Pengalaman
Pengalaman
kehidupan bisa merubah pola tingkah laku kehidupan seseorang untuk menjadi lebih
baik atau bisa juga terjadi sebaliknya akan menjadi buruk, disebabkan
pengalaman yang didapatkannya dalam pergaulan kehidupannya.
d)
Cita-cita
Cita-cita
seseorang boleh jadi akan merubah masa depannya untuk menjadi lebih baik,
tetapi kalau cita-citanya buruk itu juga akan berpengaruh buruk kepada dirinya.
Namun pada kenyataannya cita-cita itu banyak mengarah kepada positif untuk kehidupan yang lebih baik bagi masa depannya.
C.
Kepribadian Muslim Sebagai Tujuan Pendidikan Islam
1.
Pengertian
Kepribadian Muslim
Muslim berarti orang islam. Kata “islam” seakar dengan kata al-
salâm. al-salm dan al-silm yang berarti damai dan aman; dan kata
“al-salm”, “al-salâm” dan “al-salâmah” yang berarti bersih dan selamat dari cacat, baik lahir maupun
bathin. Orang yang berislam adalah orang menyerah, tunduk, patuh, dalam
melakukan perilaku yang baik, agar hidupnya bersih lahir dan bathin yang pada
gilirannya akan mendapatkan keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan
akhirat.
Secara
terminologi kepribadian muslim memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan dari ajaran islam dan
bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.[5]
2.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan atau sasaran
atau maksud, dalam bahasa arab dinyatakan dengan ghayat atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa inggris,
istilah tujuan dinyatakan dengan goal atau aim. Secara umum
istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang
diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud yang hendak dicapai
melalui upaya atau aktifitas.[6]
Tujuan
pendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan hidup muslim, yakni
menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT agar mereka tumbuh dan
berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya.[7]
Menurut Zakiah
Daradjat Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan
statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang,
berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi "insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil
artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara wajar
dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT.
Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa kepribadian muslim sebagai tujuan pendidikan Islam yang
dimaksud yaitu seseorang yang berperilaku/berkepribadian sesuai dengan ajaran
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits agar menjadi insan kamil.
0 komentar:
Posting Komentar