Foto diatas sebagian dari jumlah UIN di Indonesia |
Dunia sebagai tempat tinggal yang makro bagi manusia dalam memulai dan melakukan perjalanannya. Dunia tentu saja tidak hanya sarat akan tempat tetapi juga waktu. Dunia yang kita tempati ini tidak mengenal kata henti. Ia terus berubah dan bergerak dalam proses be coming. Alfred North Whitehead (w. 1947) seorang matematika dan filsuf filsafat proses, menuturkan bahwa alam dengan segala isinya senantiasa berubah dengan rangkaian peristiwa-peristiwa secara terus menerus dalam bentuk perubahan yang terarah dan terpadu.
Begitupula yang dikatakan oleh seorang filsuf besar islam yang nyaris dilupakan, khususnya di Indonesia yakni Mulla Sandra (w.1640 M) yang mana jauh sebelum filosof modern yang melontarakan idenya tentang proses dan berubahnya dunia ini seperti disebutkan diatas, juga telah mengumandangkan bahwa seluruh dunia fisik bahkan psikis dan dunia imajinasi akan selalu berubah bergeraj secara horizontal hingga arketip-arketip yang tidak bergerak dan bercahaya, selalu dalam gerak dan menjadi.
Dengan melihat perubahan pada bentuk makro tersebut tentu bergulir pada isi dan muatan makro itu sendiri, yaitu dalam hal ini ialah mikro, seperti lingkungan, pemikiran (manusia) dan ilmu pengetahuan. Sebab, telah diakui bahwa saat ini perubahan itu telah terjadi sedikit demi sedkit ataupun banyak yang berati ada tatanan transformatif yang terjadi. Artinya, perubahan (transformatif) itu tadi memasuki lapangan budaya, sosial, pendidikan, sains dan teknologi, bahkan dalam lapangan yang lebih personal pribadi yakni beragama.
Pada gilirannya perubahan-perubahan itu tidak dapat dipungkiri jika dialamatkan pada perguruan tinggi islam yang bernama IAIN sebagai pencetak ulama dan sumber daya manusia yang religius. IAIN sebagai pusat kajian pengembangan agama masyarakat muslim mendapat tantangan diera kontemporer saat ini. Semakin majunya sains dan teknologi dan perkembangan ilmu-ilmu rasional manusia diabad ini.
Gagasan untuk membentuk Universitas Islam UIN Dewasa ini untuk menggantikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) salah satunya dilatarbelakangi pendapat para ahli (masyarakat) yang mengatakan bahwa adanya “ketidakpuasan” dan dianggap “ketidakmenarikan” lulusannnya, selain itu terhadap kinerja, perkembangan dan juga kurikulum pendidikan tinggi islam secara secara umum. Transformasi IAIN menjadi UIN sebenarnya telah lama dirintis oleh para pendahulu, namun sekarang pengembangan itu terus terjadi sampai saat ini.
Berawal dari masalah para ahli memberikan pendapat sedikitnya ada enam perkara mengapa harus bertransformasinya IAIN menjadi UIN tersebut Pertama, adanya perubahan jenis pendidikan madrasah aliyah, yang dahulunya madrasah aliyah adalah sekolah agama, maka sekarang sekolah madrasah aliyah merupakan sebagai sekolah umum bernuansa Islam. Kedua adanya dikotomi antara ilmu-imu agama dan ilmu-ilmu umum. Ketiga perubahan IAIN akan memberikan peluang yang lebih luas yang mana pernah selama ini para lulusan IAIN sebagian besar hanya bekerja pada Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) dan instansi lain, namun bidang kerjanya tetap. Keempat, perubahan IAIN ke UIN diperlukan dalam rangka memberikan peluang kepada lulusan IAIN untuk melakukan medan gerak yang lebih luas. Kelima sejalan dengan tuntutan umat islam yang mengendaki adanya pelayanan penyelenggaraan pendidikan yang profesional. Keenam untuk memberikan kesadaran dan tanggung jawab bersama melalui pendidikan islam agar tidak hanya jurusan agama yang memiliki rasa beragama yang besar namun juga dirasakan seluruh lapisan mahasisa dikampus secara khsusus dan masyarakat luas secara umum serta diharapkannya pendidikan islam berkualitas tinggi yang menghendaki lahirnya manusia-manusia unggul dan mampu merebut peluang dalam situasi kompetitif.
Jika dilihat dari aspek diatas, tentunya setiap aspek memiliki muatan tersendiri. Namun memiliki kaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh yang perlu direnungi misalnya seseorang berasal dari Madrasah Aliyah padahal ia ingin masuk perguruan tinggi islam berdasarkan jurusan diperguruan tinggi islam tersebut namun saat memasuki perguruan tinggi islam tidak ada yang jurusan atau prodi yang terkait dengan jurusan semasa bersekolah. Tentunya ini menjadi kendala ketika seseorang tidak bisa masuk atau melanjutkan di tempat perguruan tinggi yang ia sangat minati dan sukai. Inilah yang kemudian menjadi permasalahan bagi lembaga pendidikan islam jika tidak ditawarkan kepada lembaga pendidikan tinggi islam tinggi yang memberikan jawaban bagi para calon mahasiswanya.
Selain itu, jika dicermati lebih konsep dasar IAIN misalnya ada yang bertolak dari masalah misalnya sebagaimana pendapat Prof. Azyumardi Azra: Pertama IAIN, belum memberikan wadah yang efektif sesuai dengan minat dan bakat seseorang yang ingin masuk dalam perguruan tinggi islam (IAIN), Kedua, IAIN hanya masih mencetak generasi ulama, Ketiga IAIN belum secara optimal memasuki dunia akademik, birokraksi, dan masyarakat indonesia secara keseluruhan. Keempat IAIN hanya menganakemaskan satu atau beberapa jurusan tertentu dalam lingkungan akademisnya. Kelima, Kurikulum IAIN belum mampu merespon perkembangan dan perubahan sosial masyarakat yang semakin kompleks.
Dilihat dari dimensi historis pengembangan IAIN menuju UIN berusaha menangkap ibra nilai-nilai dan cara berfikir dan berprilaku ulama pada periode klasik. Sebab, hal ini pernah dikembangkan pada periode klasik dimana peradaban islam mengalami puncak kejayaan (the golden age).
Dengan melihat realita diatas kiranya ada sebuah model pendidikan islam melalui suatu lembaga yang kiranya menjawab semua persoalan dan tantangan yang terjadi pada setiap sisi pendidikan Islam lalu kemudian yang disebut Universitas Islam Negeri (UIN) dianggap sebagai model yang tepat sebagai hasil pemikiran para pakar dan praktisi pendidikan, evaluasi lembaga dan refleksi pendidikan islam Indonesia hari ini.
UIN sebagai lembaga pendidikan islam tentunya sangat diharapkan merupakan wadah yang memberikan efektivitas, kenyamanan pada setiap sudut generasi pembelajar termasuk masyarakat. Disamping itu pula sebagai lembaga pendidikan agama Islam sudah seharusnya menjadi payung pendidikan masyarakat secara umum yang mana lembaga pendidikan islam menjadi mentor utama pada setiap asepek kehidupan masyarakat yang dimulai dari perguruan tinggi agama islam.
Mantapp bang tulisannya
BalasHapusTerimakasih pak Hasan.
BalasHapus