This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 17 Juni 2016

Menilik Urgensi Universitas Negeri Islam





UIN sebenarnya jika boleh dicermati merupakan wadah yang memberikan  koneksi integral bagi seluruh cabang ilmu pengetahuan apapun itu datangnya entah dari barat ataupun dari timur.  Karena ilmu pada hakikatnya memberikan pencerahan, petunjuk, dan bekal manusia didalam menjalani kehidupan.  
Kaum muslimin tidak hanya memandang pendidikan sebagai pusat peningkatan kualitas SDM tetapi juga sebaga pusat menstransmisikikan doktrin Islam kepada generasi penerus. Oleh karena itu dipandang perlu bahwa umat islam di Indonesia harus memiliki Perguruan tinggi sebagai pencetak mahasiswa, cendekiawan, kyai, guru, ataupun keahlian liannya yang bisa menjalakan misi tersebut kepada masyarakat luas. Kesadaran yang tinggi umat Islam indonesia akan pentingnya pendidikan merupakan hasil interaksi dan koneksi antara pusat-pusat studi di Timur Tengan. Yang mana banyak sekali umat islam Indonesia yang memiliki kekuatan finansial lebih menuntut ilmu di perguruan tinggi Timur tengah. Dengan banyaknya alumni tersebut maka menyebabkan masyarakat islam lain terdorong untuk menempuh pendidikan tinggi.[1]

UIN pada era sekarang  sangat diharapkan dapat memberikan kontrubusi yang penting dan banyak bagi perkembangan pendidikan dan pendidikan Islam. Terlepas dari dampak negatif yang dimunculkannya. Sangat tidak layak jika dampak negatif itu menelan dampak positif yang besar bagi  kemajuan ilmu pengetahuan.  Kiranya dampak negatif hanya dapat dipandang sebagai kekhawatiran para ahli pada tatanan ilmu pengetahuan yang berpengaruh kepada sistem sosial masyarakat, paradigma yang berkembang. Misalnya  kehawatiran akan hilangnya “ruh keislaman” di perguruan tinggi jika UIN semakin bertambah dan berkembang. Jika dihadapkan pada masalah demikian. Maka jawaban yang paling tepat adalah bahwa para civitas akademika dan stake holder telah berhadapan  pada realitas bukan lagi kehawatiran semata. Realitas yang dimaksud adalah semakin pesat dan majunya ilmu pengetahuan. Yang mau tidak mau semuanya berhadapan dengan hal tersebut tanpa kecuali.

Jika ditelusuri lebih dalam sebenarnya bukan berkembang atau tidaknya suatu zaman akan tetapi mau tidaknya orang-orang yang ada masa tersebut. Rasulullah telah memberikan contoh saat kondisi umat pada waktu minim ilmu pengetahuan. Maka beliapun memiliki kebijakan untuk membebaskan “keminiman”  ilmu pengetahuan melalui cara pembebasan budak melalui pengajaran yang dilakukan budak terhadap sahabat yang menurut Rasul penting dalam masa tersebut terutama pada masa awal perkembangan Islam. 

Islam sebagai agama  tentu identitas utama bagi pemeluknya. Islam sebagai identitas sebagai cara untuk mengetahui sesamanya dalam rangka menjalani kehidupan sehari-hari. Pada kenyataannya Islam tidak hanya berbicara soal agama, islam tidak hanya bicara teologi, islam tidak hanya bicara praktk ibadah. Pada nyatanya islam berinteraksi dalam kehidupan karena itulah islam tidak hanya bergumul dengan anggotanya. Tetapi islam bergumul dengan seluruh lapisan masyarakat baik itu sesama islam ataupun diluar Islam. Maksud identitas ini bukan sebagai pembeda antara satu dengan yang lain. Akan tetapi bagaimana internalisasi agama itu dapat diketahui oleh anggota. Seperti sifat, prinsip, paradigma, dan termasuk didalam Islam memandang sebuah ilmu pengetahun. Islam pun begitu sangat tinggi terhadap ilmu pengetahua seperti contoh ketika sahabat tidak mampu membaca, menulis maka beliau mencarkan pengajarnya walaupun bukan dari pemeluk Islam.
Sebuah sejarah yang jarang diketahui sekiranya dijadikan dalil yang layak dalam memandang sebuah kondisi sosial,  pemikiran yang terjadi, dan sistem sosial yang berubah. Hal ini menjadikan indikasi pentingya sebuah transformasi dalam kegiatan masyarakat muslim untuk menggeluti pada semua bidang pengetahuan. Semua itu juga tidak lain mengambil ibrah Sejarah masa lalu yang juga memberikan gambaran tentang pendidikan islam zaman dulu Fiqih yakni berbasis oriented education adalah ciri yang menonjol pada masa itu misalnya Madrasah Nizamiyyah benar-benar menjadi model pendidikan yang dikotomi [2] pada waktu itu. Implikasinya adalah hilangnya budaya berfikir ilmiah-rasionalistik dikalangan umat islam yang bercirikan liberal terbuka, inovatif, kontruksif. Hilangya budaya ini  terlebih lagi ada saling serang menyerang antara filosof muslim dengan filosof muslim lainnya. Walaupun dampak argumentasi salah satu filosof muslim tadi menyebabkan pengaruh tradisi serta semangat filosof muslim (ilmuwan) yang rasional menjadi lenyap karenanya. Akhirnya paradigma dikotomi ilmu pengetahuan berkutat pada tubuh umat Islam yang kemudian dirasakan bersama-sama merugikan umat islam yang telah terjadi. [3]
 Terlepas dari sejarah masa lalu jika ditelusuri lebih dalam Islam merupakan agama yang memiliki kitab yang sangat komplit. Misalnya dari masalah privasi sampai masyarakat, dari masalah rakyat sampai pemerintah, dari masalah ibadah sampai hikmah yang mana didalam kitab itu (al-Qur’an) memberikan perintah utama pada saat ia diturunkan ke bumi. Perintah itu tidak lain  adalah perintah membaca (iqra) yang memberikan pengertian bahwa islam adalah agama yang mengandung unsur sainstis.
Melalui perintah membaca Islam hadir memberikan nuansa yang berbeda dengan agama lain. Islam memiliki motto membaca melalui kitab al-Quran yang merupakan pentunjuk bagi Umatnya. Sudah sepantasnya motto itu merupakan pembangunan tradisi keilmuan dalam Islam memang tidak dapat dilepaskan dari konsep iqra.  Karena itu, perintah iqra tentu tidak hanya mengandung makna satu arti akan tetapi memiliki Kandungan makna iqra’ sebagaimana pendapat  pendapat seorang ahli tafsir Indoensia (Prof. Quraisy Sihab) yaitu kata iqra itu sendiri mengandung makna telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri- ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda- tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis maupun tidak tertulis.

Jika dikaitkan dengan perintah membaca, jikalau sudah dilaksanakan maka tentu sebagai umat Islam yang diperintah harus menggunakan potensi akalnya. Tidak hanya memaknai iqra dengan arti membaca saja. Sebagaimana hadis yang mengandung sejarah Rasulullah memerintahkan agar sahabat membaca (belajar) selain ilmu keislaman (ushuluddin), yang mana hadis tersebut disebutkan Rasulullah sesuai zaman itu. Hadis Rasulullah diatas kiranya memberikan ilham bagi umat islam hari ini untuk melihat-lihat, membaca-baca, meneliti keadaan apa yang terjadi. Keadaan itu tidak lain berkembang, majunya ilmu pengetahuan itu sendiri
Dengan demikian menjadikan pilihan yang tepat jika UIN dianggap sebagai tempat tadabbur pengetahuan, literasi pengetahuan, generasi pencetak ilmuan yang melahirkan ulama serta  ulama yang melahirkan  ilmuwan yang dicanangkan pada masa depan. Sehingga tidak lain umat Islam dapat menjadikan UIN sebagai arusisasi perkembangan pengetahuan yang dapat mewujdukan dicita-citakan dan peradaban Islam melalui pendidikan dimasa mendatang. UIN setelah mendapatkan statusnya yang baru sebagai cermin adanya perubahan konsep pendidikan Islam integratif, maka adalah menjadi masyarakat kampus tersebut untuk membangun kualitasnya. Di antara cirri pendidikan yang berkualitas adalah pada penggunaan advance infrastructrure, yaitu dengan tenaga pengajar dan proses belajar yang berkualitas. Sehingga pendidikan mampu memfasilitasi peserta didik/mahasiswa untuk mencapai high level thingking, high level thingking yakni kemampuan berpikir tingkat tinggi yang kompleks dan rumit, yaitu kemampuan penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.[4]


[1] Husni Rahim, “IAIN dan Masa Depan Islam Indonesia,” dalam dalam Problem dan Prospek IAIN: Anotologi Pendidikan Tinggi Islam, ed. Komaruddin Hidayat & Hendro Prastyo (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag RI, 2000), h.  410-411.
[2] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gema Media, 2002), h. 110
[3] Abdul Munir Mulkan, Membangun Tradisi Ilmu Pesantren, dalam Umiarso dan Nur Zazin, Pesantren ditengah Arus Pendidikan: Menjawab Problematika Kontemporer Manajemen Mutu Pesantren, (Semarang: Rasail, 2010), vii.
[4] Bahrul Hayat & Mohammad Ali, Khazanah dan Praktis Pendidikan Islam di Indonesia. Pustaka Cendekia Utama, 2012) h. 85

“Catatan Menuju Ramadhan 1437 H”




Sebuah catatan sebelum menuju kepada salah satu bulan yang penuh berkah, magfirah, rahmah dan hidayah Allah. Hal ini dikarenakan banyak kelebihan-kelebihan yang diterangkan Alah Azza Wajallla disebabkan ada “perintah khusus”. Disamping itu pula ada kelebihan dan kemulian yang diterangkan Rasulullah pada bulan tersebut.
Ramadhan sebagai mana bulan yang lain tentu memililki khas, ciri dan ingatan. Hampir setiap orang biasanya menginginkan dan merasakan harapan yang baik seperti sebelumnya.

Berbeda bagi yang yang belum merasakan “indah” Ramadhan maka Ramadhan kali ini dijadikan sebuah harapan yang harus “indah” dalam pelaksanaannya, entah itu berkaitan ibadah, kedekatan dengan sang Khalik atau sekedar momentum tahunan yang sedikit banyaknya bermanfaat dalam sesi pertemuan “kawan lama”.
Tidak jarang Bulan Ramadhan bagi setiap orang memaknainya berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari profesi, kesibukan, atau kegiatan yang dilakukan pada saat diluar Ramadhan. Akan tetapi, juga berbeda memaknainya pada saat Ramadhan itu sendiri. Misalnya seorang pekerja tentu akan berbeda dengan seorang Ustadz. Jika seorang pekerja beristirahat pada saat Ramadhan berbeda dengan profesi Ustadz, maka biasanya profesi lebih giat pada bulan Mulia ini.

Terlepas dari maksud profesi diatas tentu Ramadahan siapapun boleh memaknainya. Tanpa harus didasarkan pada profesi. Selama tidak menyalahi kesuciaan dan kemulian bulan Ramadhan. Lalu timbul pertanyaan, kenapa demikian ? Karena sudah seharusnya Ramadhan dijadikan bulan yang penuh harapan, permohonan, dan keinginan, cita-cita untuk transformasi diri menuju fitrah (kesucian) manusia. Tentu tidak hanya berupa keinginan hati dan lisan. Akan tetapi disitu terpatri dimensi integral yang harus disadari, diresapi, dan dijalankan yaitu manusia, reinterpretasi makna iman, ilmu dan amal.
Ibadah puasa ramadhan merupakan ibadah yang didalamnya mengandung aspek-aspek bathin (hati) dan zahir (badan), yakni pertama niat berpuasa (iman) yang merupakan letak utama identitas keimanan seseorang Muslim. Mengapa demikian ? Karena, tidak mungkin seseoarang berpuasa tanpa dilandasi iman yang kokoh kepada Allah SWT. Puasa merupakan ibadah keimanan yang tinggi yang hanya diserukan kepada mereka muslim yang beriman. Sebagaimana Firman Allah SWT Perintah Allah tentang wajibnya puasa ramadhan tertuang dalam surat al-Baqarah: 183.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Selain itu, seorang muslim yang berpuasa tentu harus memiliki pengetahuan (ilmu). Dalam melaksanakan puasa tentu harus mengetahui bagaimana agar puasanya lebih bernilai tentu harus dibarengi ibadah lain. Misalnya : Membaca al-Qur’an, I’tiqaf di Mesjid, Bersedekah dan lain-lain. Dalam melaksanakan Ibadah Puasa Ramadahan yang sangat penting yaitu memaknai, mengetahui makna dan maksud Ibadah Puasa itu sendiri yakni menahan dari haus dan lapar serta menjaga dari hal-hal yang membatalkan puasa.
  1. Ketiga, dalam melaksanakan Ibadah tentu yang terpenting bagaimana ibadah puasa Ramadhan dilakukan dengan penuh keihlasan, kehusyu’an, dan kesabaran. Hal ini dapat dilihat dari anggota badan yang senantiasa menjaga kualitas puasa itu dari waktu Akhir Imsak (waktu subuh) sampai terbenam matahari (waktu maghrib), dari awal ramadhan sampai akhir ramadhan.
Melalui aspek iman, ilmu dan amal diatas maka ada ganjaran yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang beriman, sebagaimana yang diterangkan Rasulullah didalam Hadist diantaranya sebagai berikut :

1. Di Ampuni Dosa-dosa masa lalu

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ . رواه البخاري ومسلم

2. Masuk Surga

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَصَامَ رَمَضَانَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، جَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ جَلَسَ فِي أَرْضِهِ الَّتِي وُلِدَ فِيهَا. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلآ نُبَشِّرُ النَّاسَ؟ قَالَ: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ، أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، مَا بَيْنَ الدَّرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ. فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ أُرَاهُ فَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ. رواه البخاري

3. Bau Mulut oang yang berpuasa lebih wangi dari Kasturi

عَنْ أَبَي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُول: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا، إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

Dengan demikian beruntunglah orang yang dapat menjalankan puasa puasa Ramadhan. Mudah-mudahan kita diberi kekuatan dan Hidayah dalam menjalankan aktivitas (ibadah) Ramadhan tahun ini. Amien. YRA
Syukran ‘Ala Ihtimamikum Wa Alfa Minkum. Wabillahi Taufik Wal Hidayah.

Institusi Pendidikan Tinggi Islam Kekinian





Foto diatas sebagian dari jumlah UIN di Indonesia


Dunia sebagai tempat tinggal yang makro bagi manusia dalam memulai dan melakukan perjalanannya. Dunia tentu saja tidak hanya sarat akan tempat tetapi juga waktu. Dunia  yang kita tempati ini tidak mengenal kata henti. Ia terus berubah dan bergerak dalam proses be coming. Alfred North Whitehead (w. 1947) seorang matematika dan filsuf filsafat proses, menuturkan bahwa alam dengan segala isinya senantiasa berubah dengan rangkaian peristiwa-peristiwa secara terus menerus dalam bentuk perubahan yang terarah dan terpadu.
Begitupula yang dikatakan  oleh seorang filsuf besar islam yang nyaris dilupakan, khususnya di Indonesia  yakni Mulla Sandra (w.1640 M)  yang mana jauh sebelum filosof modern yang melontarakan idenya tentang proses dan berubahnya dunia ini seperti disebutkan diatas, juga telah mengumandangkan bahwa seluruh dunia fisik bahkan psikis dan dunia imajinasi akan selalu berubah bergeraj secara horizontal  hingga arketip-arketip yang tidak bergerak dan bercahaya, selalu dalam gerak dan menjadi.
Dengan melihat perubahan pada  bentuk makro tersebut tentu bergulir pada isi dan muatan makro itu sendiri, yaitu dalam hal ini ialah mikro, seperti lingkungan, pemikiran (manusia) dan ilmu pengetahuan. Sebab, telah diakui bahwa saat ini perubahan itu telah terjadi sedikit demi sedkit ataupun banyak yang berati ada tatanan transformatif yang terjadi. Artinya, perubahan (transformatif) itu tadi memasuki lapangan budaya, sosial, pendidikan, sains dan teknologi, bahkan dalam lapangan yang lebih personal pribadi yakni  beragama.
Pada gilirannya perubahan-perubahan itu tidak dapat dipungkiri jika dialamatkan pada perguruan tinggi islam yang bernama IAIN sebagai pencetak ulama dan sumber daya manusia yang religius. IAIN sebagai pusat kajian pengembangan agama masyarakat muslim mendapat tantangan  diera kontemporer saat ini. Semakin majunya sains dan teknologi dan perkembangan ilmu-ilmu rasional manusia diabad ini.
Gagasan untuk membentuk Universitas Islam UIN Dewasa ini untuk menggantikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) salah satunya dilatarbelakangi pendapat para ahli (masyarakat) yang mengatakan bahwa adanya “ketidakpuasan” dan dianggap “ketidakmenarikan” lulusannnya, selain itu terhadap kinerja, perkembangan dan juga kurikulum pendidikan tinggi islam secara secara umum. Transformasi IAIN menjadi UIN sebenarnya telah lama dirintis oleh para pendahulu, namun sekarang pengembangan itu terus terjadi sampai saat ini.
Berawal dari masalah para ahli memberikan pendapat sedikitnya ada enam perkara mengapa harus bertransformasinya IAIN menjadi UIN tersebut Pertama, adanya perubahan jenis pendidikan madrasah aliyah, yang dahulunya madrasah aliyah adalah sekolah agama, maka sekarang sekolah madrasah aliyah merupakan  sebagai sekolah umum bernuansa Islam. Kedua adanya dikotomi antara  ilmu-imu agama dan ilmu-ilmu umum. Ketiga perubahan IAIN akan memberikan peluang yang lebih luas yang mana pernah selama ini para lulusan IAIN sebagian besar hanya bekerja pada Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) dan instansi lain, namun bidang kerjanya tetap.  Keempat, perubahan IAIN ke UIN diperlukan dalam rangka memberikan peluang kepada lulusan  IAIN untuk melakukan  medan gerak yang lebih luas. Kelima sejalan dengan tuntutan umat islam yang mengendaki adanya pelayanan penyelenggaraan pendidikan  yang profesional. Keenam untuk memberikan kesadaran dan tanggung jawab bersama melalui pendidikan islam agar tidak hanya jurusan agama yang memiliki rasa beragama yang besar namun juga dirasakan seluruh lapisan mahasisa dikampus secara khsusus dan masyarakat luas secara umum serta diharapkannya pendidikan islam berkualitas tinggi yang menghendaki lahirnya manusia-manusia unggul dan mampu merebut  peluang dalam situasi kompetitif.
Jika dilihat dari aspek diatas, tentunya setiap aspek memiliki muatan tersendiri. Namun memiliki kaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh yang perlu direnungi misalnya seseorang berasal dari Madrasah Aliyah padahal ia ingin masuk perguruan tinggi islam berdasarkan jurusan diperguruan tinggi islam tersebut namun saat memasuki perguruan tinggi islam tidak ada yang jurusan atau prodi yang terkait dengan jurusan semasa bersekolah. Tentunya ini menjadi kendala ketika seseorang tidak bisa masuk atau melanjutkan di tempat perguruan tinggi yang ia sangat minati dan sukai. Inilah yang kemudian menjadi permasalahan bagi lembaga pendidikan islam jika tidak ditawarkan kepada lembaga pendidikan tinggi islam tinggi yang memberikan jawaban bagi para calon mahasiswanya. 
Selain itu, jika dicermati lebih konsep dasar IAIN misalnya ada yang bertolak dari masalah misalnya sebagaimana pendapat Prof. Azyumardi Azra: Pertama IAIN, belum memberikan wadah yang efektif sesuai dengan minat dan bakat seseorang yang ingin masuk dalam perguruan tinggi islam (IAIN), Kedua, IAIN hanya masih  mencetak generasi ulama, Ketiga IAIN belum secara optimal  memasuki dunia akademik, birokraksi, dan masyarakat indonesia secara keseluruhan. Keempat IAIN hanya menganakemaskan satu atau beberapa jurusan tertentu dalam lingkungan akademisnya. Kelima, Kurikulum  IAIN belum mampu merespon perkembangan dan perubahan sosial masyarakat yang semakin kompleks. 
Dilihat dari dimensi historis pengembangan IAIN menuju UIN berusaha menangkap ibra nilai-nilai dan cara berfikir dan berprilaku ulama pada periode klasik. Sebab, hal ini pernah dikembangkan pada periode klasik dimana peradaban islam mengalami puncak kejayaan (the golden age).
Dengan  melihat realita diatas kiranya ada sebuah model pendidikan islam melalui suatu lembaga yang kiranya menjawab semua persoalan dan tantangan yang terjadi pada setiap sisi pendidikan Islam lalu kemudian yang disebut Universitas Islam Negeri (UIN) dianggap sebagai model yang tepat sebagai hasil pemikiran para pakar dan praktisi pendidikan, evaluasi lembaga dan refleksi pendidikan islam Indonesia hari ini. 
UIN sebagai lembaga pendidikan islam tentunya sangat diharapkan merupakan wadah yang memberikan efektivitas, kenyamanan pada setiap sudut generasi pembelajar termasuk masyarakat. Disamping itu pula sebagai lembaga pendidikan agama Islam  sudah seharusnya menjadi payung pendidikan masyarakat secara umum yang mana lembaga pendidikan islam menjadi mentor utama pada setiap asepek kehidupan masyarakat yang dimulai dari perguruan tinggi agama islam.



Pendidikan sebagai jalan kehidupan




Pendidikan adalah sebuah wacana yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan. Dengan melalui pendidikan pula dapat di ukur tingkat keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupan. Banyak orang persepsi tentang "pendidikan". Ada yang mengaitkannya dengan sebuah konteks tradisional, yaitu pendidikan adalah sesuatu yang memberikan dampak positif bagi seseorang guna terciptanya prilaku yang baik, tidak merugikan orang lain dan mampu berinteraksi dengan masyarakat luas. Tetapi untuk kepentingan kebijakan nasional, seyogyanya pendidikan dapat dirumuskan secara jelas dan mudah  dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan, sehingga setiap orang dapat mengimplementasikan secara tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Untuk mengatahui  definisi pendidikan  dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan   operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Didalam definisi di atas ada beberapa hal untuk mewujudkan cita-cita pendidikan itu sendiri yakni : Pertama peranan Orang tua sebagai Pendidikan Utama Bagi Si anak didik, Kedua Usaha Institusi Pendidikan (sekolah), Ketiga Usaha Si anak didik untuk mengembangkan dan melaksanakan upaya-upaya pembentukan dunia pendidikan tersebut. ketiga hal tersebut merupakan polarisasi sederhana yang saling berkaitan satu sama lain.

Orang Tua sebagai tempat pertama bagi anak untuk mengetahui suatu hal. sebelum anak mengetahui suatu hal  tersebut daripada orang lain.  sebab, pada waktu inilah proses perekaman pertama baik yang dilihat dan didengar anak. Oleh karena itu  proses penanaman nilai-nilai positif  harus  di berikan dan di tekankan  pada anak. nilai-nilai tersebut adalah nilai keagamaan, nilai etika dan nilai moral. Fungsi daripada nilai-nilai itu adalah untuk membentengi diri anak guna menjalani kehidupannya dimasa mendatang.

Institusi Pendidikan (sekolah) seharusnya lebih banyak menekankan pada pemberdayaan segala perangkaynya terutama guru. Guru sebagai orang yang memberikan pemahaman dan pengetahuannya kepada orang lain (anak didik). Semua pendidik atau  guru juga harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan mewujudkan gagasan yang baru tanpa harus selalu mengikuiti aturan pemerintah yang kaku.

Anak didik adalah orang yang diberikan arahan dan bimbingan agar ia mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya. Namun, definisi tersebut mungkin tidak berlaku lagi suatu saat ketika ia sudah menjajaki masa dewasa. Tetapi tentunya Orang tua dan Institusi pendidikan lah yang harus berperan aktif untuk membentuk karakter dan pola pikir anak sebelum anak bisa memikirkan sesuatu hal di dalam kehidupannya. Sebab,segala sesuatu baik baik ataupun buruk nantinya anaklah yang mengetahui dan memilih. oleh karena itu,  orang tua  dan sekolahlah yang selalu membantu dan menyokong di dalam proses kehidupannya. Agar anak selalu pada jalan yang benar.  Jalan yang diridhoi Tuhannya.

Kepribadian Muslim Sebagai Tujuan Pendidikan Islam

A.    Pengertian Kepribadian
Carl Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.[1]
Kepribadian juga bisa di artikan segala hal yang bisa ditampilkan seseorang dalam rangka membuat anggapan orang lain agar kpribadian tersebut mencerminkan karakter, sifat, tabiat, kelakukan dan kebiasaan yang dilakukan setiap hari. 
B.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Muslim
      Kepribadian di dalam pembentukannya tidak terlepas dari berbagai faktor, baik faktor yang memang berasal dari dalam dirinya, atau faktor yang datang dari luar. Atau dengan kata lain, kepribadian yang dimiliki seseorang tidak hanya semata berasal dari dalam dirinya, melainkan perpaduan dari berbagai faktor luar yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Adanya keterkaitan dari berbagai faktor yang tidak sama terhadap individu atau masyarakat, pada gilirannya melahirkan pernedaan kepribadian.
      Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, yaitu:
1.      Faktor Biologis
Keadaan seseorang turut mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Sebagai contoh ekstrim adalah seseorang yang mempunyai cacat jasmani biasanya mempunyai ras rendah diri, sehingga menjadi pemalu, pendiam, enggan bergaul. Demikian juga system (jaringan) saraf, kalenjer, dan sebagainya merupakan gangguan biologis, dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, Seperti misalnya hipertensi dapat menyebabkan seseorang menjadi pemarah. Sebaliknya bila hipotensi bisa menjadikan seseorang mudah tersinggung.
2.      Faktor Psikologis
      Kepribadian seseorang dapat juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, seperti perasaan, dorongan, dan minat. Sebagai contohnya adalah seseorang yang kondisi ekonominya lemah atau keluarga miskin, menyebabkan ia menjadi pemalu atau rendah diri.
3.      Faktor Sosiologis
      Pembentukan kepribadian bisa terjadi karena pengaruh lingkungan sosialnya, seperti lingkungan pergaulannya.
4.      Faktor Budaya (material/non-material)
a.       Kebudayaan material yang ada disekitar kita bisa (tidak selalu) membentuk kepribadian seseorang, dikarenakan adanya kebiasaan untuk berhubungan dengan benda-benda tersebut, seperti:
1)      Orang bisa bersifat punktualistis (selalu mengindahkan/tepat waktu) karena ia mempunyai arloji sehingga setiap saat ia bisa memperhatikannya.
2)      Orang bisa menjadi “alim” karena tempat tinggalnya berdekatan dengan mesjid. Setiap saat ia sembahyang ia selalu melihat orang disekitarnya pergi ke mesjid dengan berpakaian rapi, sopan, shaleh, takwa, dan beriman. Lama kelamaan terkenallah  ia sebagai orang yang alim dan shaleh.
b.      Kebudayaan  non-material (rohaniah) sebagai hasil cipta dan  rasa manusia yang berupa nilai-nilai, norma, ilmu pengetahuan, dan sebagainya sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang.[2]
Misalnya seseorang yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah, maka setiap ia menyikapi sesuatu, tentu menggunakan pandangan Al-Qur’an dan Sunnah.
      Sebenarnya faktor kebudayaan ini termasuk pula didalamnya faktor social. Karena kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana seseorang itu dibesarkan. Karena setiap kebudayaan mempunyai nilai yang harus dijunjung tinggi oleh manusia yang hidup dalam kebudayaan tersebut. Mentaati dan mematuhi nilai dalam kebudayaan itu menjadi kewajiban bagi setiap anggota masyarakat kebudayaan. Disamping  itu harus mempunyai kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat.
5.      Faktor Lingkungan Alam Fisik
      Misalnya orang yang hidup didaerah pegunungan, umumnya sehat dan pemberani sedangkan yang berasal dari daerah tandus/gersang biasanya keras dan ulet.
      Lingkungan dalam hal ini lingkungan hidup manusia, yaitu segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang berpengaruh terhadap sifat-sifat dan pertumbuhan manusia yang bersangkutan. Oleh karena itu, lingkungan akan membentuk kepribadian dan kematangan seseorang.
      Alvin L Bertrand seorang Sosiolog menyebutkan minimal ada empat faktor yang turut mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang yaitu:
a.       Keturunan (warisan biologis)
b.      Lingkungan tempat
c.       Lingkungan social
d.      Lingkungan kebudayaan.[3]
Dari keempat faktor di atas, tentunya memiliki kuantitas dan kualitas berbeda dalam proses sosialisasi terhadap diri seseorang, bahkan proses sosialisasi itu sendirir bisa jadi memiliki perbedaan pula. Sehingga pada gilirannya pembentukan kepribadian seseorangpun dimungkinkan terjadinya perbedaan.
1)      Keturunan (Warisan Biologis)
      Dikatakan warisan biologis, mengingat dalam pembentukan kepribadian seseorang melihat pada aspek psikis dan fisik seseorang. Warisan biologis atau dengan istilah lain disebut “hereditas” semisal naluri, bakat, perangai, termasuk pula bentuk tubuh, jenis kelamin, umur, dan sebagainya, adalah modal dasar kepribadian seseorang.
      Berdasarkan faktor pembawaan masing-masing meliputi aspek jasmani dan rohani.Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit, dan cirri-ciri fisik lainnya.Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap mental, bakat, tingkat kecerdasan, maupun sikap emosi.[4]
2)       Lingkungan tempat
      Lingkungan tempat adalah semacam lingkungan geografis. Termasuk lingkungan geografis ini wilayah atau daerah, iklim, cuaca di mana manusia tinggal. Lingkungan geografis ini tidak jarang mempunyai arti yang cukup penting dalam mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang atau masyarakat.
      Berbicara masalah pengaruh lingkungan geografis terhadap pembentukan kepribadian seseorang atau masyarakat. Ibnu Khaldun seorang filosof dan sosiolog Islam secara tegas dan panjang lebar melukiskan hal ini dalam kitabnya “al-I’tibar” (terjemahan Ibnu Khaldun tentang Sosial dan Ekonomi). Menurutnya “Manusia yang berdiam di daerah beriklim sedang, seimbang keadaanya, potongan badannya baik, warna kulitnya, sifat tabiatnya dan keadaan-keadaan lain pada umumnya.
3)      Lingkungan Sosial
      Yang dimaksud lingkungan sosial di sini adalah pengaruh sosial dari seseorang terhadap individu atau kelompok terhadap individu, di mana pengaruh sosial ini sangat intend an penuh keikhlasan.
      Pengaruh lingkungan social terhadap pembentukan kepribadian di sini hanya berdasar pengalaman kelompok sosial di mana seseorang berada. Kehidupan seseorang yang tinggal dan dibesarkan dalam kelompok sosial “Panti Asuhan” dengan berbagai ketentuan dan aturan yang berlaku dalam kelompok social, sedikit banyak berpengaruh terhadap kepribadiaannya. Sebab di tempat kelompok sosial inilah dia belajar loyalitas, simpati, respon, pengabdian dan bekerjasama dengan cirri-ciri atau sifat-sifat kepribadian lainnya.
4)      Lingkungan Kebudayaan
      Lingkungan budaya ini tidak jarang menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan kepribadian seseorang.dan bahkan tidak menutup kemungkinan, lingkungan yang satu ini sering menjadi kambing hitam dari terbentuknya kepribadian seseorang.
      Proses seseorang untuk membentuk kepribadiannya sesuai dengan yang dimilikinya, tidak semudah yang diharapkan. Kadangkala ia mengalami berbagai benturan. Untuk ini ia harus pula memperhatikan kepribadian orang lain disekitarnya, apalagi kepribadia itu sudah dibentuk berdasarkan pada budaya yang ada disekitarnya. Karena itu dengan melihat kepribadian orang lain (lingkungan budaya) di sekitarnya adalah sangat penting sekali untuk membentuk dirinya menjadi manusia yang berkepribadian sesuai dengan kepribadian orang lain (masyarakat) yang ada disekitarnya.
      Berbarengan dengan moment-moment diatas, proses sosialisasi juga berlngsung. Orang harus mempelajari norma, dan nilai yang berlaku di tengah masyarakat yang dihadapinya guna menjalani proses pemasyarakatan. Dalam kaitan ini diperlukan adanya penyesuaian (adaptasi) kepribadian yang asli (warisan biologis) dengan jalan melihat pada kepribadian orang lain yang berada di luar dirinya, apakah dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, atau masyarakat luas. Sejalan berlangsungnya proses enkulturasi, yaitu proses yang dijalani seseorang dari mulai masa bayi terus tumbuh dan berkembang, berhubungan, mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan budaya yang ada disekitarnya, dimana pola-pola dan cita-cita itu membentuk kepribadiannya. Bahkan akhirnya, pola dan cita-cita tersebut menjadi miliknya pula. Ia merasakan sudah menyatu dengan situasi dan kondisi lingkungan budaya yang berada di sekitarnya.
      Lingkungan budaya yang berada di luar dirinya, sedikit banyak turut memaksa terhadap kepribadian asli (warisan biologis) yang ada dalam dirinya. Seseorang tidak bebas sewenang-wenang berjalan sesuai dengan konsep kepribadian yang ada dalam dirinya. Ia harus sadar, melihat pada kenyataan bahwa, konsep kepribadian yang selama ini telah dilakukannya bertentangan dengan konsep kepribadian yang ada di luar dirinya. Dia harus mampu menyesuaikan konsep kepribadiannya dengan konsep kepribadian yang ada diluar dirinya. Kalau konsep yang ada diluar dirinya dilakukannnya, maka ia akan mendapat pujian, atau paling tidak dia aman dari gunjingan orang lain, tetapi seandainya konsep kepribadian yang dikembangkannya tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan konsep kepribadian yang ada diluar dirinya, dalam masyarakatnya, maka tidak mustahil akan mendapat hukuman, berupa celaan dan hinaan. Itulah sebabnya setiap orang yang ingin mengembangkan kepribadian yang dimilikinya (warisan biologis/hereditas), sedikit banyak akan menemukan kesulitan, mengingat konsep kepribadian yang dimilikinya itu tidak sepenuhnya sejalan dengan konsep kepribadian yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Kemungkinan ini selalu ada, sebab setiap manusia tidak selalu memiliki kepribadian yang sama. Justeru di sinilah letaknya, seseorang harus sadar diri, bercermin pada lingkungan budaya yang berada di luar dirinya. Untuk kemudian kepribadian yang dimilikinya itu disesuaikan (adjustment) dengan lingkungan budaya yang berlaku ditengah masyarakat.
      Selain ke empat faktor diatas, faktor lain yang juga turut menjadi faktor penentu dalam pembentukan kepribadian seseorang, diantaranya ajaran agama, pendidikan, penglaman dan cita-cita, dan lainnya.
a)      Ajaran Agama
            Menurut Soerjono Soekanto “agama juga mempunyai pengaruh yang besar untuk membentuk kepribadian seseorang individu. Terlepas agama yang dimaksud disini apakah agama samawi atau agama budaya, bahkan termasuk semua kepercayaan yang dimiliki oleh individu atau masyarakat yang bersangkutan.
            Adanya ketergantungan dengan dunia luar, dalam hal ini sesuatu yang gaib, yang dianggap super dalam istilah lain disebut “Tuhan”, akan mendorong seseorang untuk menuruti ketentuan terhadap “sesuatu” yang diyakini menjadi aturan main untuk mencapai atau mendekati Tuhan. Karena itu hamper setiap agama punya ajaran yang merupakan pedoman, jalan, untuk mencapai kebahagiaan pengikutnya.
b)      Pendidikan
            Konsep pendidikan yang dikehendaki di sini adalah adanya kesengajaan oleh pihak tertentu untuk memberikan pengetahuan atau keterampilan kepada seseorang.
c)      Pengalaman
            Pengalaman kehidupan bisa merubah pola tingkah laku kehidupan seseorang untuk menjadi lebih baik atau bisa juga terjadi sebaliknya akan menjadi buruk, disebabkan pengalaman yang didapatkannya dalam pergaulan kehidupannya.
d)     Cita-cita
            Cita-cita seseorang boleh jadi akan merubah masa depannya untuk menjadi lebih baik, tetapi kalau cita-citanya buruk itu juga akan berpengaruh buruk kepada dirinya. Namun pada kenyataannya cita-cita itu banyak mengarah kepada positif untuk  kehidupan yang lebih baik bagi masa depannya.
C.    Kepribadian Muslim Sebagai Tujuan Pendidikan Islam
1.      Pengertian Kepribadian Muslim
Muslim berarti orang islam. Kata “islam” seakar dengan kata al- salâm. al-salm dan al-silm yang berarti damai dan aman; dan kata “al-salm”, “al-salâm” dan “al-salâmah” yang berarti  bersih dan selamat dari cacat, baik lahir maupun bathin. Orang yang berislam adalah orang menyerah, tunduk, patuh, dalam melakukan perilaku yang baik, agar hidupnya bersih lahir dan bathin yang pada gilirannya akan mendapatkan keselamatan dan kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
 Secara terminologi kepribadian muslim memiliki arti serangkaian perilaku normatif manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial yang normanya diturunkan dari ajaran islam dan  bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah.[5]
2.      Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan atau sasaran atau maksud, dalam bahasa arab dinyatakan dengan ghayat atau  maqasid. Sedangkan dalam bahasa inggris, istilah tujuan dinyatakan dengan goal atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktifitas.[6]
Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah untuk mencapai tujuan hidup muslim, yakni menumbuhkan kesadaran manusia sebagai makhluk Allah SWT agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya.[7]
Menurut Zakiah Daradjat Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi "insan kamil" dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian muslim sebagai tujuan pendidikan Islam yang dimaksud yaitu seseorang yang berperilaku/berkepribadian sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits agar menjadi insan kamil.