Hijrah titik Awal Dakwah Rasul SAW di Madinah
Reaksi kaum kafir Quraisy makin menjadi-jadi, ketika ajaran Islam
makin berkembang. Sudah berbagai cara ditempuh oleh kafir Quraisy untuk
menghentikan dakwah, baik dengan cara membujuk atau mengancam
Rasulullah Saw. maupun keluarganya atau mengancam pengikutnya.
Melihat para sahabatnya menderita akibat siksaan kafir Quraisy,
Rasulullah pun menyarankan para sahabatnya untuk berhijrah ke Abesinia
atau Etiopia. Berangkatlah 11 keluarga muslim, kemudian kira-kira 83
orang pada tahun 615 M dan mereka semua diterima dengan baik oleh raja
Abesinia yang bernama Negus. Begitu kafir Quraisy mendengar kepergian
mereka, diutuslah Amr bin al-Ash dan Abdullah bin Abu Rabi’ah sebagai
utusan untuk menghadap Negus, mereka menuntut ekstradisi para imigran
yang dituduh bersalah melakukan pembaharuan agama, yang bertentangan
dengan agama nenek moyang. Namun, Negus menolaknya dan mereka
pulang dengan tangan hampa.
Usaha kafir Quraisy untuk menekan penyebaran Islam berakhir
dengan kegagalan. Para pengikut Nabi Saw. tidak menghiraukannya betapa
pun banyaknya pengalaman pahit yang dialami. Mereka lebih suka terbuang
daripada melepaskan keislaman mereka.
Dikarenakan segala cara yang ditempuh kafir Quraisy mengalami
kegagalan, mereka pun berencana untuk membunuhnya secara terangterangan. Namun, menurut undang-undang sosial Arab kala itu, setiap
kabilah wajib melindungi warganya, begitu juga Bani Hasyim yang diketuai
oleh Abu Thalib yang walaupun belum muslim bersedia memberikan
perlindungan kepada Rasulullah Saw. yang merupakan warga Bani Hasyim.
Abu Jahal, pemimpin Quraisy, lebih dari satu kali memohon kepada Abu
Thalib untuk menghentikan Rasulullah Saw. berdakwah atau menarik
perlindungannya. Akan tetapi, Abu Thalib terang-terangan menolaknya
dan seluruh Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib memutuskan untuk
menjaga Rasulullah Saw. dengan mempertaruhkan nyawa mereka, kecuali
Abu Lahab sang paman, dia memisahkan diri dan malah bergabung dengan
kafir Quraisy. Akibatnya, Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib diboikot
oleh hampir seluruh kabilah Quraisy. Seluruh kabilah Quraisy dilarang
berhubungan sosial dengan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib seperti
dalam pernikahan, perdagangan dan lain sebagainya. Hampir tiga tahun
Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib menderita akibat boikot tersebut dan
mengakibatkan tertangguhnya semua kegiatan penyebaran Islam.
Sebagian orang-orang Quraisy yang berhati mulia menganggap
boikot merupakan perbuatan yang tidak berperikemanusian dan mereka
gencar menuntut agar boikot segera diakhiri dan akhirnya tuntutan tersebut
berhasil.
Segera setelah larangan dicabut, tak lama kemudian Abu Thalib
sang pelindung Rasulullah Saw. wafat, disusul kemudian istri tercintanya
Khadijah juga wafat. Tahun tersebut di kenal dengan nama Amulhuzni
(tahun kesedihan). Dengan wafatnya kedua orang tersebut penyiksaan
dan intimidasi kafir Quraisy makin meningkat dan menjadi-jadi sehingga
Rasululluh Saw. pun memutuskan untuk tidak gencar lagi mendakwahi
mereka. Kemudian, beliaupun memutuskan untuk pergi ke Thaif, tetapi
apa yang terjadi, di sana pun Rasulullah Saw. tidak mendapat perlakuan
lebih baik. Masyarakat Thaif melemparinya dengan batu dan mengusirnya.
Akhirnya Rasulullah Saw. kembali ke Mekah.
Kebencian kafir Quraisy pun semakin nyata, Rasulullah Saw. pun
mengubah strategi dakwahnya, karena Rasulullah Saw. Merasa kafir Quraisy
terlalu angkuh untuk mau memeluk ajaran Islam. Oleh karena itu arah
dakwahnya kemudian ditujukan kepada para peziarah yang datang dari
luar Mekah, yaitu mereka yang melaksanakan ibadah haji. Karena terkesan
dengan kesungguhan dan kebenaran kata-katanya, pada tahun 612 M, Enam orang yang berasal dari Yastrib menyatakan memeluk Islam. Mereka
bersumpah tidak akan menyekutukan apa pun dengan Allah Swt., tidak akan
berzina, tidak akan melakukan pencurian, tidak akan membunuh anak-anak
mereka dan akan selalu patuh kepada Rasulullah Saw. Perjanjian ini disebut
dengan Perjanjian Aqabah I, yang pesertanya adalah As’ad bin Zurarah, Rafi’
bin Malik, Ubadah bin ash-Shamit dan Abu Al-Haitsam bin At-Tihan. Sebelum
mereka pulang ke Yastrib, Rasulullah Saw. menugaskan Mush’ab bin Umair
untuk pergi bersama mereka guna mengajarkan al-Qur’an, mengajari
mereka tentang Islam dan membantu mereka memahami agama. Perjanjian
Aqabah I menandai tonggak sejarah yang penting karena ajaran Islam sudah
menembus wilayah Yastrib.
Mush’ab bin Umair kembali ke Mekah pada musim haji berikutnya
bersama tujuh puluh orang laki-laki dan dua orang perempuan. Penduduk
Yastrib tersebut mengundang Rasulullah Saw. untuk hijrah dan mereka
mengambil sumpah bahwa mereka akan melindungi Nabi Saw. dan
ajarannya dari bahaya apapun. Inilah Perjanjian Aqabah II. Perjanjian Aqabah
II ini membuka lembaran baru bagi kelanjutan dakwah Rasulullah Saw.
ke depannya, karena dari sinilah kemudian Islam mampu memancarkan
sinarnya ke seluruh dunia.
Kafir Quraisy sudah merasakan bahwa ada gelagat bahwa ajaran
Islam sudah mulai diterima oleh masyarakat di luar Makkah. Meraka pun
mulai merencanakan akan membunuh Nabi yang dipelopori oleh enam
pemimpin Quraisy. Mereka adalah Abu Lahab, Abu Jahal, Hakam bin Al-Ash,
Walid bin Utbah, Abul Bahtari dan Syaibah bin Rabi’ah. Untuk menghindari
undang-undang sosial masyarakat Arab kala itu, kafir Quraisy mengumpulkan
pemuda-pemuda dari seluruh kabilah Quraisy untuk membunuh Rasulullah
Saw., sehingga Bani Hasyim akan kesulitan menuntut balas.
Ketika rencana sudah dijalankan,
para pemuda sudah mengepung
rumah Rasulullah Saw., Allah Swt.
memberikan petunjuk-Nya agar segera
meninggalkan kediamannya, Ali bin Abi
Thalib diperintahkan untuk berbaring
di ranjangnya, kemudian bersama Abu
Bakar bersembunyi di gua Tsur. Dari
tempat itulah mereka berangkat ke
Yastrib dan sampai di sana pada tahun
622 M. Peristiwa inilah, dikemudian hari
ditetapkan sebagai tahun hijriyah oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Sebab-sebab Rasulullah Saw. melakukan hijrah di antaranya adalah berikut
ini.
• Adanya perbedaan kondisi merupakan salah satu alasan berhijrah.
Kondisi masyarakat Yastrib yang lembut dan watak masyarakatnya
yang tenang, sehingga akan sangat membantu percepatan penyebaran
ajaran Islam, sementara kondisi masyarakat Mekah menentang keras
dakwah Rasulullah Saw.
• Para nabi pada umumnya ditolak oleh kaumnya. Begitupun Rasulullah
Saw., keberadaan Rasulullah Saw. sangat dihargai dan dihormati bahkan
kedatangannya sangat dinantikan oleh masyarakat Yastrib.
• Golongan bangsawan dan pendeta di Makkah merupakan dua
golongan yang sangat terganggu dengan kehadiran ajaran yang dibawa
oleh Rasulullah Saw, sehingga mengganggu kepentingan mereka.
Sementara di Yastrib tidak ada golongan bangsawan dan pendeta dari
agama apa pun. Oleh karena itu, penyebaran Islam akan lebih mudah
bila dibandingkan dengan ketika di Makkah.
Orang-orang Yastrib mengundang Rasulullah Saw. dengan harapan
bahwa melalui pengaruhnya dan nasihat yang diberikan, perang yang
berkepanjangan antara suku Aus dan suku Khazraj segera berakhir. Dari
segi agama, hijrah berarti diakuinya Rasulullah Saw. sebagai nabi, dan
dari segi politik diterimanya Rasulullah Saw. sebagai penengah di antara
kelompok-kelompok yang bertikai.
Oleh karena itu, dakwah Nabi Muhammad Saw. di Madinah
dapat diteladani dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena
pada hakikatnya setiap muslim memiliki kewajiban berdakwah untuk
menyebarkan kemuliaan ajaran Islam