Kamis, 25 Agustus 2016

Gerakan perempuan di Indonesia








Gerakan perempuan di Indonesia tak jauh berbeda dengan fenomena gerakan perempuan dinegara-negara barat yang pernah mengalami kolonialisme Barat. Sejarah gerakan perempuan indonesia dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat)  periode yaitu :
1.      Periode sebelum proklamasi kemerdekaan
Ketidakadilan yang dialami perempuan Indonesia, khususnya dalam lingkup keluarga, adalah surat-surat Kartini dari tahun 1878 sampai dengan 1904 yang dibukukan pada permulaan abad 20. Surat-surat kartini  tersebut banyak berbicara  tentang nilai-nilai tradisi (khususnya Jawa) yang cenderung membelunggu  perempuan  menjadikannya tergantung pada laki-laki yang tidak berdaya dan seakan mereka tidak berdaya dan seakan mereka tidak diberi peranan signifikan dalam komunitas masyarakatnya. Kartini secara proporsional menempatkan permasalahan penindasan  perempuan sebagai bagian dari sistem budaya masyarakatnya. Kultur atau adat istiadat masyarakat jawa pada saat itu seperti poligami, budaya pingitan terhadap gadis secara tidak membatasi ruang gerak perempuan. Disamping itu, ia juga mengecam kolonialisme, meskipun ia mempunyai teman-teman baik dibelanda, khususnya yang progresif.
Strategi yang dilakukan kartini untuk mengatasi permasalahan yang dialami kaumnya adalah melalui pendekatan pendidikan.  Kartini berpandangan bahwa pendidikan dianggap syarat utama untuk membebaskan diri dari segala kekurangan. Satu pendekatan perjuangan yang luar biasa, dalam konteks pada masa itu, mengingat pendidikan secara nyata dapat mengubah sistem nilai dalam masyarakat selain menawarkan berbagai kesempatan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan diri.

Kartini menganjurkan agar kaum muda mengadakan persatuan untuk berjuang mencapai cita-cita bagi kemajuan bangsanya. Berkat visi mulia itu maka kartini dianggap  tokoh bagi gerakan kemerdekaan bangsa ataupun tokoh gerakan perempuan. Seruan kartini tentang pentingya persatuan dicamkan sungguh oleh pemuda indonesia yang saat itu belajar dinegeri Belanda.
Perjuangan kartini juga menjadi dorongan bagi gerakan perempuan selanjutnya. Sejumlah perempuan terpelajar mwmbentuk organisasi-organisasi modern. Organisasi itu dirasa sangat mendesak dibentuk mengingat bermunculan pandangan bhawa pada saat itu bahwa perempuan merupakan komponn penting dalam memajukan pendidikan generasi muda. Bagi kaum perempuan perjuangan ini tidak hanya melawan akibat penjajahan tetapi juga melawan adat-istiadat yang mendiskriminasikan perempuan. 
Gerakan perempuan Poetri Mardika dapat dikatakan sebagai pioner karena pada msa-maa slanjutnya bermunculan organisasi perempuan lain seperti Kong Java Meisjeskring (Kelompok Pemudi Jawa Muda) Tahun 1915, dan Aisyah (Pemudi Muhammadiyah) tahun 1917. Pada awalnya kegiatan mereka lebih difokuskan pada uaya memupuk nasionalisme dengan cara memunculkan kesadaran dan rasa kebangsaan serta mendorong perempuan untuk berani tamil dimuka umum. Upaya-upaya riil dalam rangka menyebarluaskan cita-cita pergerakan yang dibentuk. Perhatian khusus diberikan kepada lembaga perkawnan yang menunjukkan masalah ketidak adilan bagi perempuan.
Pada masa itu perkembangan organisasi dapat dikatakan semakin “menjamur”  salah satu diantaranya adalah organisasi perempuan di Indonesia yang terkait dengan agama. Dikalangan islam anata lain Aisyiyah, Wanita Islam, Muslimat NU, Wanita Tarbiyah. Untuk wanita Protestan dikenal PWKI (Persatuan Wanita Kristen Indonesia) dan untuk wanita Katolik dikenal WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia).

2.      Periode setelah proklamasi kemerdekaan (1945-1965)
Masa-masa mempertahankan kedaultan negara itu bermunculan laskar yang anggotanya para perempuan. Laskar Putri Indonesia (LPI) di Surakarta, Pusat Tenaga Perjuangan Wanita Indonesia (PTPWI), Laskar Wanita Indonesia (LASWI), Persatuan Wanita Indonesia (PERWARI) yang terbentuk setelah bubarnya Fujinkai Wanita Pembantu Perjuangan  (WPP).  Setelah kaum perempuan membuktikan dapat memenuhi kewajibannya sebagai warga negara maka pada 1948 pemerintah membentuk Kopr Polisi Wanita (POLWAN), diikuti oleh Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) pada 1861, Korps Angkatan Laut (KOWAL) tahun 1962, Korps Angkatan Udara (WARA)  pada 1963. Pergerakan perempuan mulai bangkit lagi sejak diproklamasikannya kemerdekaan negara indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
3.      Periode Pasca 1965 (Orde Baru)
Dalam gerakan perempuan ada kecenderungan organisasi yang sejenis menyatu dalam bentuk fusi (gabungan), federasi atau setidaknya bentuk kerjasama. Daintaranya perekumpulan istri tentara yang awalnya berdiri atas prakarsa sendiri danterpencar diberbagai daerah  akhirnya membentuk fusi dengan nama PERSIT Kartika Candra Kirana. Bentukan fusi lain juga istri polisi yang dibentuk tahun 1952. Jalanestri didirikan tahun 1957 adalah organisasi istri angkatan laut. PIA Ardhya Garini dibentuk tahun 1956 dikalangan istri Angkatan Udara. Kemudian keempat organisasi gabungan ini akhirnya membentuk fusi yang lebih besar lagi pada 1966 bersama ikatan Kesejahteraan Keluarga  Hankam (IKKH) membentuk Dharma Pertiwi, yang menjadi induk organisasi istri angkatan bersenjata.
Selain itu ada jug federasi perempuan lain yaitu Badan Musyawarah Organisasi, Islam Wanita Indonesia (BMOIWI), yang dibentuk tahun 1967, adapula badan kerjasama Wanita Kristen Indonesia, yang dibentuk tahun 1973. Disamping itu ada Dharma Wanita yang didirikan pada 5 Agustus 1974 dan mempunyai unit disrtiap departemen dan lembaga pemerintahan nondepartemen termasuk bank milik pemerintah baik dipusat maupun dipemerintah.
Pada tahun 1974 juga di Jawa Tengah terbentuk gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Seiring dengan  berkembangya  waktu maka berdasarkan Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 10 Tahun 1980 ditetapkan bahwa gerakan PKK berlaku secara nasional. PKK dapat dikatakan sebagai  salah satu gerakan yang berupaya untuk meningkatkan kehidupan perempuan terutama di golongan bawah, yang diprakasai oleh perempuan golongan atas.
Gerakan perempuan  indonesia juga mencakup Pusat Studi Wanita (PSW), yaitu kelompok diperguruan tinggi  yang menjadian masalah wanita sebagai  bahan studi ilmiah. Mereka mengadakan  penelitian sosial, pengkajian dan pelajaran agar dapat lebih difahami tentang sebab-sebab mengapa terjadi  berbagai masalah  yang dihadapi seperti diskriminasi  dan pelecehan, dan apa usaha yang perlu  dilakukan untuk mengatasinya. Salah satu pelopor berdirinya kelompok studi wanita diberbagai perguruan tinggi adalah kelompok Studi Wanita  FSIP UI yang dibentuk pada 1979 M.
4.      Periode reformasi (1998 s.d Sekarang)
Periode yang ditandai dengan lengsernya mantan Presiden Soeharto memang mencuatkan harapan besar bagi tumbuhnya proses demokratisasi di Indonesia. Pada periode ini hadirnya era desentralisasi melalui implementasi otonomi daerah.  Dalam perjalanannya organisasi perempuan  semakin beragam dan spesifik, baik ditingkat nasioanal, regional, hingga yang bergerak ditingkat lokal. Ada yang bergerak dalam pemenuhan kebutuhan strategi seperti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), ada pula yang berangkat dari upaya pemenuhan kebutuhan praktis seperti Ibu Peduli (SIP).

0 komentar:

Posting Komentar