Gerakan
perempuan di Indonesia tak jauh berbeda dengan fenomena gerakan perempuan
dinegara-negara barat yang pernah mengalami kolonialisme Barat. Sejarah gerakan
perempuan indonesia dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) periode yaitu :
1.
Periode
sebelum proklamasi kemerdekaan
Ketidakadilan
yang dialami perempuan Indonesia, khususnya dalam lingkup keluarga, adalah
surat-surat Kartini dari tahun 1878 sampai dengan 1904 yang dibukukan pada
permulaan abad 20. Surat-surat kartini
tersebut banyak berbicara tentang
nilai-nilai tradisi (khususnya Jawa) yang cenderung membelunggu perempuan
menjadikannya tergantung pada laki-laki yang tidak berdaya dan seakan
mereka tidak berdaya dan seakan mereka tidak diberi peranan signifikan dalam
komunitas masyarakatnya. Kartini secara proporsional menempatkan permasalahan
penindasan perempuan sebagai bagian dari
sistem budaya masyarakatnya. Kultur atau adat istiadat masyarakat jawa pada
saat itu seperti poligami, budaya pingitan terhadap gadis secara tidak
membatasi ruang gerak perempuan. Disamping itu, ia juga mengecam kolonialisme,
meskipun ia mempunyai teman-teman baik dibelanda, khususnya yang progresif.
Strategi
yang dilakukan kartini untuk mengatasi permasalahan yang dialami kaumnya adalah
melalui pendekatan pendidikan. Kartini
berpandangan bahwa pendidikan dianggap syarat utama untuk membebaskan diri dari
segala kekurangan. Satu pendekatan perjuangan yang luar biasa, dalam konteks
pada masa itu, mengingat pendidikan secara nyata dapat mengubah sistem nilai
dalam masyarakat selain menawarkan berbagai kesempatan bagi perempuan untuk
mengaktualisasikan diri.
Kartini
menganjurkan agar kaum muda mengadakan persatuan untuk berjuang mencapai
cita-cita bagi kemajuan bangsanya. Berkat visi mulia itu maka kartini
dianggap tokoh bagi gerakan kemerdekaan
bangsa ataupun tokoh gerakan perempuan. Seruan kartini tentang pentingya
persatuan dicamkan sungguh oleh pemuda indonesia yang saat itu belajar dinegeri
Belanda.
Perjuangan
kartini juga menjadi dorongan bagi gerakan perempuan selanjutnya. Sejumlah
perempuan terpelajar mwmbentuk organisasi-organisasi modern. Organisasi itu
dirasa sangat mendesak dibentuk mengingat bermunculan pandangan bhawa pada saat
itu bahwa perempuan merupakan komponn penting dalam memajukan pendidikan
generasi muda. Bagi kaum perempuan perjuangan ini tidak hanya melawan akibat
penjajahan tetapi juga melawan adat-istiadat yang mendiskriminasikan
perempuan.
Gerakan
perempuan Poetri Mardika dapat dikatakan sebagai pioner karena pada msa-maa
slanjutnya bermunculan organisasi perempuan lain seperti Kong Java Meisjeskring
(Kelompok Pemudi Jawa Muda) Tahun 1915, dan Aisyah (Pemudi Muhammadiyah) tahun
1917. Pada awalnya kegiatan mereka lebih difokuskan pada uaya memupuk
nasionalisme dengan cara memunculkan kesadaran dan rasa kebangsaan serta
mendorong perempuan untuk berani tamil dimuka umum. Upaya-upaya riil dalam
rangka menyebarluaskan cita-cita pergerakan yang dibentuk. Perhatian khusus
diberikan kepada lembaga perkawnan yang menunjukkan masalah ketidak adilan bagi
perempuan.
Pada
masa itu perkembangan organisasi dapat dikatakan semakin “menjamur” salah satu diantaranya adalah organisasi
perempuan di Indonesia yang terkait dengan agama. Dikalangan islam anata lain
Aisyiyah, Wanita Islam, Muslimat NU, Wanita Tarbiyah. Untuk wanita Protestan
dikenal PWKI (Persatuan Wanita Kristen Indonesia) dan untuk wanita Katolik
dikenal WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia).
2.
Periode
setelah proklamasi kemerdekaan (1945-1965)
Masa-masa mempertahankan kedaultan negara itu bermunculan
laskar yang anggotanya para perempuan. Laskar Putri Indonesia (LPI) di
Surakarta, Pusat Tenaga Perjuangan Wanita Indonesia (PTPWI), Laskar Wanita
Indonesia (LASWI), Persatuan Wanita Indonesia (PERWARI) yang terbentuk setelah
bubarnya Fujinkai Wanita Pembantu Perjuangan
(WPP). Setelah kaum perempuan
membuktikan dapat memenuhi kewajibannya sebagai warga negara maka pada 1948
pemerintah membentuk Kopr Polisi Wanita (POLWAN), diikuti oleh Korps Wanita
Angkatan Darat (KOWAD) pada 1861, Korps Angkatan Laut (KOWAL) tahun 1962, Korps
Angkatan Udara (WARA) pada 1963.
Pergerakan perempuan mulai bangkit lagi sejak diproklamasikannya kemerdekaan
negara indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
3.
Periode Pasca
1965 (Orde Baru)
Dalam gerakan perempuan ada kecenderungan organisasi yang sejenis
menyatu dalam bentuk fusi (gabungan), federasi atau setidaknya bentuk
kerjasama. Daintaranya perekumpulan istri tentara yang awalnya berdiri atas
prakarsa sendiri danterpencar diberbagai daerah
akhirnya membentuk fusi dengan nama PERSIT Kartika Candra Kirana.
Bentukan fusi lain juga istri polisi yang dibentuk tahun 1952. Jalanestri
didirikan tahun 1957 adalah organisasi istri angkatan laut. PIA Ardhya Garini
dibentuk tahun 1956 dikalangan istri Angkatan Udara. Kemudian keempat
organisasi gabungan ini akhirnya membentuk fusi yang lebih besar lagi pada 1966
bersama ikatan Kesejahteraan Keluarga
Hankam (IKKH) membentuk Dharma Pertiwi, yang menjadi induk organisasi istri
angkatan bersenjata.
Selain itu ada jug federasi perempuan lain yaitu Badan Musyawarah
Organisasi, Islam Wanita Indonesia (BMOIWI), yang dibentuk tahun 1967, adapula
badan kerjasama Wanita Kristen Indonesia, yang dibentuk tahun 1973. Disamping
itu ada Dharma Wanita yang didirikan pada 5 Agustus 1974 dan mempunyai unit
disrtiap departemen dan lembaga pemerintahan nondepartemen termasuk bank milik
pemerintah baik dipusat maupun dipemerintah.
Pada tahun 1974 juga di Jawa Tengah terbentuk gerakan Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK). Seiring dengan
berkembangya waktu maka
berdasarkan Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 10 Tahun 1980 ditetapkan bahwa
gerakan PKK berlaku secara nasional. PKK dapat dikatakan sebagai salah satu gerakan yang berupaya untuk
meningkatkan kehidupan perempuan terutama di golongan bawah, yang diprakasai
oleh perempuan golongan atas.
Gerakan perempuan indonesia juga
mencakup Pusat Studi Wanita (PSW), yaitu kelompok diperguruan tinggi yang menjadian masalah wanita sebagai bahan studi ilmiah. Mereka mengadakan penelitian sosial, pengkajian dan pelajaran
agar dapat lebih difahami tentang sebab-sebab mengapa terjadi berbagai masalah yang dihadapi seperti diskriminasi dan pelecehan, dan apa usaha yang perlu dilakukan untuk mengatasinya. Salah satu
pelopor berdirinya kelompok studi wanita diberbagai perguruan tinggi adalah
kelompok Studi Wanita FSIP UI yang
dibentuk pada 1979 M.
4.
Periode
reformasi (1998 s.d Sekarang)
Periode yang ditandai dengan lengsernya mantan Presiden Soeharto memang
mencuatkan harapan besar bagi tumbuhnya proses demokratisasi di Indonesia. Pada
periode ini hadirnya era desentralisasi melalui implementasi otonomi daerah. Dalam perjalanannya organisasi perempuan semakin beragam dan spesifik, baik ditingkat
nasioanal, regional, hingga yang bergerak ditingkat lokal. Ada yang bergerak
dalam pemenuhan kebutuhan strategi seperti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), ada
pula yang berangkat dari upaya pemenuhan kebutuhan praktis seperti Ibu Peduli
(SIP).
0 komentar:
Posting Komentar