Muamalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dan sebagainya). Sementara dalam fiqh Islam berarti tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-menyewa, upah-mengupah, pinjam-meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti berikut.
1. Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2. Tidak boleh melakukan kegiatan riba.
3. Tidak boleh dengan cara-cara Zalim (aniaya).
4. Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi. 6. Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram
Pengertian Ekonomi Islam
Sedangkan Ekonomi Islam dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah al-mu’amalah al-madiyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai hidupnya. Ekonomi Islam bukan lahir sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri, melainkan bagian integral dari agama Islam. Sebagai ajaran yang lengkap, Islam memberikan petunjuk terhadap semua aktivitas manusia, termasuk ekonomi. Karena sudah menjadi bagian dari agama Islam, maka ekonomi Islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Rabbani karena sarat dengan arahan dari nilai-nilai Ilahiah. Sedangkan ekonomi Islam dikatakan sebagai ekonomi insani, karena sistem ekonominya dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
Adapun prinsip-prinsip dalam Ekonomi Islam menurut Muhammad Syafi'; i Antonio (2001) adalah sebagai berikut.
a) Pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di muka bumi adalah Allah Swt. Kepemilikan manusia adalah bersifat relatif, sebatas melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuatu dengan ketentuannya (silahkan dibaca: Q.S. al-Baqarah/2: 84)
b) Status harta yang dimiliki manusia adalah:
1) harta sebagai amanah dari Allah Swt. mengharuskan manusia melaksanakannya dengan baik dan benar agar harta tersebut dapat membawa kebahagiaan dunia dan akhirat (silahkan dibaca: Q.S. Al-Anfaal/8: 27);
2) harta sebagai identitas sosial bagi pemiliknya. Jika harta tersebut menempatkan dirinya pada predikat mampu, maka ia wajib untuk memberikan sebagian dari harta tersebut kepada orang yang tidak mampu (silahkan dibaca: Q.S. al-Isra/17: 26 - 27);
3) harta sebagai ujian keimanan. Artinya, mampukah seseorang yang memiliki harta menjadikan hartanya bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan alam (silahkan dibaca: Q.S. al-Anfal/8: 28).
c) Kepemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (‘amal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan (silahkan dibaca: Q.S. al-Baqarah/2: 267)
d) Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan dzikrullah. Contohnya melupakah shalat dan zakat (silahkan dibaca: Q.S. al-Takatsur/102: 1 - 2);
e) Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba dan jual beli barang yang dilarang atau haram (silahkan dibaca: Q.S. alMaidah/5: 90 - 91).
Muhammad Hafil Fadillah
BalasHapusSudah Membaca pa
Nama : Radita Dzakiyyah
BalasHapusKelas : XI IPS 3
Sudah membaca pa
Ahmad Maulana
BalasHapusXI IPS 3
Absen:2
Sudah membaca pa
Nama : Salsabila Nairah
BalasHapusKelas : XI IPS 3
Sudah membaca pa
Nama : Laisya Laelatus Sa'diya
BalasHapusKelas : XI IPS 2
Sudah membaca pak
Nama: Muhammad Ramadhani
BalasHapusKelas:XI IPS 2
Absen:21
Sudah membaca pa
Nama: Rafka Juli Andra
BalasHapusKelas: XI IPS 2
Sudah membaca pak
Nama: Muhammad Raihan
BalasHapusKelas: XI IPS 1
Absen: 19
Sudah membaca Pak