Dengan kata lain, guru mempunyai dua tugas yang mulia, yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan dan membentuk karakter peserta didik. Dalam kajian Islam, guru disebut dengan murabbi, mu’alim, dan mu’addib. Chabib Thoha memberikan pengertian murabbi adalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat rabbani yaitu nama bagi orang-orang yang bijaksana dan terpelajar dalam bidang pengetahuan. Sedangkan mu’alim bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan atau keterampilan. Sementara mua’adib adalah memberi adab dan mendidik peserta didik. Antara ketiga hal tersebut, seharusnya menjadi satu kesatuan yang harus dimiliki guru.
elihat tugas yang mulia tersebut, pakar pendidikan Islam, Muhammad Athiyyah al-Abrasyi menyamakan dengan ‘ulama. Posisi ulama sendiri ditegaskan dalam Q.S. Fathir/35: 28.
Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacammacam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (Q.S. Fatir/35: 28).
Guru adalah pewaris para nabi. Mengapa? Karena melalui guru, ilmu yang para nabi, disampaikan kepada umat manusia. Bahkan ulama klasik, al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumudin menegaskan: “Seseorang yang berilmu kemudian bekerja dengan ilmunya, dialah yang dinamakan besar di bawah kolong langit. Ia ibarat matahari yang mencahayai dirinya sendiri dan menyinari orang lain, ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain dan ia sendiri pun harum. Siapa yang bekerja di bidang pendidikan, sesungguhnya ia telah memilih pekerjaan yang terhormat dan yang sangat penting, hendaknya ia memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya.”
Penyair Syauqi sendiri mengapresiasi posisi guru yang sangat mulia sebagaimana dalam syairnya: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan. Seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul.” Guru menurut Muhammad Athiyyah al-Abrasyi adalah abu al-ruh (bapak rohani) bagi peserta didik. Mereka yang membentuk karakter peserta didik untuk taat kepada Allah (shaleh spiritual) dan berbuat baik kepada diri sendiri maupun sesama manusia (saleh sosial). Hal senada juga diungkapkan Ibnu Miskawaih, guru berfungsi sebagai orang tua/bapak ruhani, orang yang dimuliakan, dan kebaikan yang diberikan adalah kebaikan ilahi. Ia mengantarkan peserta didik menjadi arif, menunjukkan kehidupan dan kenikmatan yang abadi, yaitu di surga.
Dalam hubungannya dengan guru, perlu menyimak yang diungkapkan Ali bin Abi Thalib, “Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya.” Karenanya, Ali bin Abi Thalib dijuluki dengan bab al-ilmi (pintunya ilmu). Ali bin Abi Thalib belajar langsung kepada Nabi Muhammad Saw. Menurut Ali Muhammad ash-Shallabi, Ali bin Abi Thalib gemar bertanya untuk mencari ilmu dan tidak pernah menyia-nyiakan untuk selalu berada di sisi Nabi.
Kemudian, kita juga perlu belajar dari Abdurrahman bin al-Qasim, murid Imam Malik. Ia mengatakan, “Aku mengabdi kepada Imam Malik selama dua puluh tahun, dua tahun di antaranya untuk mempelajari ilmu dan delapan belas untuk mempelajari adab. Seandainya saja aku bisa jadikan seluruh waktu tersebut untuk memperbaiki adab.”
Nama:Mona Salimah
BalasHapusKelas:XI Mipa 4
Sudah Selesai membaca pa
Nama:Muhammad Azmi Nasrullah (15)
BalasHapusKelas:XI Mipa 4
Sudah selesai membaca pa
Nama:Muhammad Raihan (19)
BalasHapusKelas:XI IPS 1
Sudah selesai membaca Pak
Maharani.A (16)
BalasHapusXI IPS 2 sudah selesai membaca
Nama : Laisya Laelatus Sa'diya
BalasHapusKelas : XI IPS 2
No absen: 13 ( sudah membaca pak )
Nama:Siti Fatimah
BalasHapusKelas:11 ips 2
Absen:32
sudah sel3sai membaca pa
Ahmad Maualan
BalasHapusXI IPS 3
Absen:2
Sudah membaca
Nama : Salsabila Nairah
BalasHapusKelas : XI IPS 3 (B)
Absen : 31 (15)
Sudah selesai membaca
Nama : Radita Dzakiyyah
BalasHapusKelas : XI IPS 3
No absen : 27
Sudah selesai membaca pa