Minggu, 04 Desember 2016

Kembali Berkhidmat Kepada "Ulamā" (Sebagai Hikmah Aksi Bela Islam)



Dalam beberapa waktu belakangan kita melihat intelektual-intelektual termasuk 'ulamã Islam Indonesia dimanfaatkan oknum tertentu pada keteguhan "idealitas" pendapat mereka tentang “satu” orang yang sudah ditersangkakan ini. Tidak jarang mereka yang sudah menjadi ulama jadi konsumsi “warungan’ bagi yang belum "menjadi” ‘ulamā (kembali pada diri pribadi). Jika kita mau menyudahi mungkin inilah waktu yang tepat. Kita tidak harus membiarkan tenaga ini terkuras habis lalu lemas tanpa balutan-balutan sesuatu apapun yang disebabkan oleh satu permasalahan ini, kendatipun masih tentu tidak hanya dalam masalah ini. 


Sekarang kita sudahi pada pembiaran informasi yang tidak bertanggung jawab. Namun tidak pada pengambilan informasi. Entah itu datangnya dari media elektronik, cetak atau yang lebih buram yakni informasi sosial media yang cenderung dikemas negatif. Tetapi, setelah beberapa hari berlalu ini sedikit banyaknya kita mulai tau bagaimana cara dalam mengambil sumber informasi didunia digitalisasi. Walaupun belum menjadi ‘ulamā" setidaknya kita ʿālim (tau) dalam literasi sosial media. Agar terhindar dari fitnah, apalagi fitnah yang terkait dengan isu SARA (Suku, Ras, Agama dan Antar Golongan) yang karena permasalahan ini syarat dengan konflik yang konfrontal. Bertanyalah kepada yang lebih faham dan mengetahui sebagaimana anjuran agama agar tidak tertipu oleh wajah cerah, mulus, warna-warni "isi gadget" yang mengadu domba apalagi memfitnah tersebut. 

Sebagai penganut yang sangat dianjurkan menghormati mereka (‘ulamā) dari kalangan apapun mereka yang pasti jasa mereka banyak dirasakan oleh bangsa ini. Jadi, kita yang belum "menjadi "Ulamā" harus kembali memandang mereka lagi, terus lagi karena mereka adalah orang yang memiliki wawasan yang luas, pengetahuan, penuh kearifan, keteladanan yang telah melahirkan orang-orang baik dan benar dinegeri ini.
Dengan demikian tidak salah pilihan kiranya kita kembali berkhidmat kepada mereka (ulama). Mempercayakan lagi tugas negara, mempercayakan lagi tugas urusan luar dan dalam negeri, mempercayakan lagi tugas keamanan, mempercayakan lagi tugas keumatan, mempercayakan lagi tugas kenegaraan, mempercayakan lagi tugas kebangsaan dan mempercayakan kepada mereka tugas, fungsi, peran serta wewenang sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan yang ada di negeri ini. 

Jika kita mau membaca lebih dalam sesungguhnya ‘ulamā adalah mereka semua yang berprofesi apapun. Karena pengetahuan, kearifan, kebijaksanaan, keputusan mereka dipilih untuk memikul tanggung jawab masyarakat terlebih ‘ulamā yang sekaligus mengemban amanah rakyat Indonesia ini (umara). Oleh karena itu, pantaslah mereka disebut ‘ulamā, karena bagaimanapun ulamā berarti orang yang memiliki ilmu pengetahuan dalam suatu hal termasuk pemerintah, cendikiawan, akademisi, dan profesi apapun yang ia tahu sekaligus menguasai bidangnya masing-masing. 

Dengan demikian, marilah kita harus kembali berkhidmat, mempercayakan urusan umat, bangsa, negara ini kepada ‘ulamā dalam bidang apapun. Termasuk pengertian ‘ulamā yang diartikan di Indonesia itu sendiri, yakni diartikan sebagai seorang yang memiliki ilmu pengetahuan agama Islam. (KBBI: 2008). Jika merujuk Eksiklopedia Islam (Dewan Redaksi Eksiklopedia Islam:1993) ‘ulamā berarti orang yang tahu atau yang memiliki pengetahuan ilmu agama dan pengetahuan kealaman yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki rasa takut kepada Allah SWT.

0 komentar:

Posting Komentar