Seseorang yang akan menikah harus memiliki tujuan positif dan mulia untuk membina keluarga sakinah dalam rumah tangga, di antaranya sebagai berikut.
a. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi/ untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhai Allah Swt.
Rasulullah saw., bersabda: Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda: “wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau tidak kamu akan celaka” (HR. Al-Bukhai dan Muslim).
b. Untuk mendapatkan ketenangan hidup / Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah).
Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan tentram.
Allah Swt. berfirman: Artinya: ”Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah Swt.) bagi kaum yang berpikir”. (Q.S. ar-Rum/30:21).
c. Untuk membentengi akhlak Rasulullah saw. bersabda: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (¦R. al-Bukhari dan Muslim).
d. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah Swt.
menikah merupakan pelaksanan dan meningkatkan perintah Allah Swt. Oleh karena itu menikah akan dicatat sebagai ibadah.
Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!”. Mendengar sabda Rasulullah saw. para sahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah saw., seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?” Nabi Muhammad saw. menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa? “ Jawab para shahabat, ”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”. (HR. Muslim).
e. Untuk mendapatkan keturunan yang saleh
Allah Swt. berfirman: “Allah Swt. telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah Swt.?”. (Q.S. an-Nahl/16:72)
” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Q.S. al-Kahfi/ 18: 46)
f. Mengikuti Sunah Rasulullah Saw. dan Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami
Rasulullah Saw. mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya: Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak senang dengan sunahku, maka bukan golonganku». (HR. Bukhori dan Muslim).
Rumah tangga yang islami tidak hanya mengatur bagaiaman berumah tangga yang sakinahm nawaddah warahmah, tetapi juga mengatur jika ada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (konflik) hingga perceraian.
Dalam al-Qur'ann disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya talaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi mempertahankan keutuhan rumah tangga. Firman Allah Swt.: Talaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah Swt., maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukumhukum Allah Swt., maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah Swt. mereka itulah orang-orang yang dzalim”. (Q.S. al-Baqarah/2:229)